Cast : Choi Minho (SHINee)
Kim So Neul
Other Cast : Key (SHINee)
Aboeji (Minho's Father)
Eomma (So Neul's Mother)
Choi Minhwa (Minho's Sister)
udah lama banget ini blog gak ditengokin. akhirnya bisa nulis fanfic baru setelah sekian lama gak bisa nulis. kekekek... ide ceritanya dapet dari komik, tapi lupa judulnya apaan?1mian kalo gak nyambung critanya dan gak bagus fotonya. HAPPY READING...!!! ^^
================================================================================
Apakah kau pernah mencintai seseorang yang menjadi saudaramu? Cinta yang melebihi cinta seorang noona pada dongsaengnya. Salahkah jika memiliki perasaan seperti ini? Berdosakah jika tak bisa menghilangkan rasa itu?
Aku duduk terpaku menatap lapangan bola yang ada didepanku. Entah sejak kapan aku melakukan hal itu. Lapangan bola itu selalu digunakan oleh klub sepak bola setiap istirahat kuliah. Aku dapat melihatnya dari tempatku duduk. Tubuhnya yang lebih tinggi dibanding namja lain di klub sepak bola membuatku dapat membedakannya. Dan permainan sepak bolanya yang sangat bagus membuatnya lebih menonjol dibandingkan yang lain.
Tanpa sengaja tatapan mata kami bertemu. Tatapan yang mengisyaratkan kebencian itu sangat menusuk hatiku. Semenjak kejadian itu, tatapan lembut yang selalu diberikannya padaku lenyap. Sikapnya pun berubah 180 derajat dari sebelumnya. Kini yang ada hanya tatapan kebencian dan sikap dingin yang kuterima darinya.
Flashback....
“So Neul, kau ingat Choi ajeossi?” tanya eomma padaku.
“Ne, ajeossi itu teman appa bukan?” ujarku yang sedang mengunyah.
Eomma tersenyum sedikit terpaksa. Kulihat eomma menarik nafas dan menghelanya berat.
“Eomma, ada masalah apa?”
“Setelah appamu meninggal, eomma dan Choi~ssi jadi sering bertemu untuk urusan pekerjaan. Kami mengobrol banyak tentang pekerjaan dan keluarga. Dan... beberapa hari lalu... Choi~ssi... melamar eomma, So Neul.”
Braakkk... chokkarak yang sedang ku pegang terlepas begitu saja dari tanganku saat mendengarkan penjelasan eomma. Mwo? Choi ajeossi melamar eomma? Aku mencoba menelan makanan yang ada dimulutku dengan susah payah, “Lalu, eomma jawab apa?” tanyaku.
“Anni, eomma belum menjawab apa-apa. Eomma ingin bertanya denganmu dulu untuk menjawab pertanyaan itu. Apakah kau menyetujuinya?”
Eomma, kenapa harus menanyakan hal itu? Choi ajeossi adalah appa dari Choi Minho, namja yang kusukai sejak dulu. Dan sekarang kami satu kampus. Ingin sekali aku berbicara seperti itu pada eomma. Tapi, aku tak bisa berbicara kasar seperti itu.
“Apa eomma merasa bahagia dengan Choi ajeossi? Jika eomma bahagia, maka terima lah lamaran Choi ajeossi. Aku tidak keberatan.”
-------
Itulah perkataan bodoh yang kusesali sampai sekarang. Setelah eomma menerima lamaran dari Choi ajeossi, hubunganku dengan Minho berantakan. Kami sudah tak pernah berbicara lagi. Bahkan, untuk tersenyum saja ia tak sudi memberikannya padaku.
Tapi sikapnya itu tidak hanya denganku, kudengar dari pengurus di rumah keluarga Choi, ia bersikap sangat dingin pada Choi ajeossi bahkan sampai bertengkar hebat. Aku tak tahu apa yang dipikirkannya, aku sedih mendengarnya bersikap seperti itu.
“So Neul, apa yang sedang kau lakukan disini?” suara Ki Bum atau biasa kupanggil Key membuatku sedikit tersentak.
Aku tersenyum padanya.
“Apa kau masih memperhatikannya dari sini?”
“Kau tau aku bukan, hem?”
“Pabo yeoja.” Key menarik tanganku dan mengajakku ke kelas, karena sudah waktunya masuk.
Saat kami masuk Minho dengan beberapa teman-temannya sudah ada di kelas. Kuberanikan untuk menatapnya, tak kusangka Minho juga sedang menatapku dengan tatapan penuh kebencian dan seperti ingin membunuh.
Aku dan Minho kuliah di kampus yang sama, jurusan yang sama bahkan kelas yang selalu hampir sama. Sejak ia tahu aku kuliah di Konkuk University dan jurusan yang sama dengannya, ia selalu saja berharap berada di kelas yang sama denganku. Bahkan ia berani memohon pada gangsa agar sekelas denganku.
Flashback....
“So Neul~aa!” aku mendengar Minho memanggilku. Saat aku berbalik, kulihat Minho sedang berlari dengan senangnya.
“Aish,kau tahu ada aturan tidak boleh berlari di koridor?” ujarku pura-pura marah.
Ia hanya tersenyum sambil mengatur nafas. “Aku punya berita baik untukmu.”
Aku mengerutkan keningku. “Berita tentang apa?”
“Ca..ca...can...” ia menunjukkan jadwal kuliahnya padaku. “Kau pasti senang bisa sekelas lagi denganku. Hahaha.” Minho tertawa dengan bangganya.
“Mwo? Bukannya kau yang senang sekelas denganku? Aku tahu kau meminta gangsa menukar jadwalmu agar bisa sekelas denganku. Aku sih tidak terlalu senang sekelas denganmu. Kau itu jja-jeung, araso?” setelah itu aku berjalan meninggalkannya yang agak kesal mendengar ucapanku.
“YA! Kim So Neul.” Tangannya sudah melingkar dileherku.
Aku hanya terkikik melihat ekspresi wajahnya. Bohong sekali jika aku bilang tak suka sekelas dengannya. Aku sangat suka, bahkan selalu mengharapkannya. Karena dengan begitu aku bisa setiap hari melihatnya tersenyum.
------
Jika sekarang ditanya apa aku senang berada dikelas yang sama dengannya? Aku akan menjawab tidak. Lebih baik aku tidak berada dikelas yang sama. Karena tatapan dingin Minho padaku membuatku tersiksa.
11.00 pm KST
Handphoneku berbunyi saat aku sedang membaca diktat yang diberikan gangsa. “Yeoboseyo.” Ucapku tanpa melihat nama si penelpon.
“Eonni, oppa......hikss.....hikss.....oppa...”
“Min..Minhwa.” suara gadis yang sedang menangis diseberang telepon sangatlah aku kenal. Dia Choi Minhwa yeodongsaeng dari Choi Minho. “Ada apa? Kenapa kau menangis?”
“Oppa......hikss......hikss......Minho oppa belum pulang.”
“Apa kau sudah menghubungi handphonenya?”
“Heem..tapi oppa tidak mengangkat telponku. Eonni, eotteohge?”
Entah apa yang merasukiku, setelah menerima telpon dari Minhwa aku langsung keluar rumah untuk mencari Minho. Udara Seoul malam hari sangatlah dingin, aku merapatkan coatku yang tidak terlalu tebal. Otakku mulai berpikiran yang macam-macam tentang keadaan Minho. Tak biasanya ia belum pulang.
01.00 am, Konkuk Univesity
Sudah dua jam aku mencarinya. Aku mencoba mencarinya disekitar gedung olahraga dan lapangan bola. Lampu gedung olahraga menyala, ada suara dribelan bola yang keluar dari sana. Dengan takut-takut aku memasuki gedung itu.
Disana, di depan ring basket aku melihat namja jangkung itu sedang mendribel bola basket. Rambutnya yang sedikit panjang dikuncir.
Dia terlihat baik-baik saja, tidak kurang satu apapun. Rasa lega menyusup ke hatiku. Lebih baik aku menunggunya diluar dan memberitahu Minhwa bahwa oppanya baik-baik saja.
“Mau apa kau kesini, Kim..So..Neul~ssi?”
Aku tercekat mendengar Minho menyebutkan namaku. Sejak kapan ia tahu aku berdiri disini? Bukankah ia sangat konsentrasi dengan bolanya? Aku membalikkan tubuhku menghadapnya. Minho berjalan kearahku.
“Ada urusan apa kau kesini, eoh?” matanya menyorotkan kebencian. “Beginikah kelakuan seorang yeoja yang harus kulindungi? Dini hari keluyuran bahkan datang ke kampus, untuk apa noona?“
Aku menatapnya dengan tatapan tak percaya. Tak percaya karena Minho berkata dengan nada sedingin itu dengan penekanan di kata noona. Aku memang lahir 3 bulan sebelum Minho sehingga Choi ajeossi meminta Minho memanggilku noona.
“Hahh..aku tak percaya aboeji memberikanku tanggung jawab untuk menjaga yeoja sepertimu dan hormat pada eomeoni. Apakah aboeji sudah dibutakan oleh rayuan eomeoni?” Minho mendekatkan wajahnya dengan wajahku. “Kuingatkan, sampai kapanpun aku tidak akan setuju aboeji menikah dengan wanita perayu seperti eomeoni.”
PLAAAKKK
Aku menamparnya. Air mataku pun keluar. Kutatap Minho dengan tatapan benci.
“Dengar Choi Minho, kau boleh memperlakukan aku semaumu tapi tidak pada eommaku. Jaga mulutmu saat membicarakan eommaku.” aku hendak beranjak meninggalkannya. “Asal kau tahu, Minhwa menelponku sambil menangis menanyakan oppanya.” setelah itu aku meninggalkannya sambil menangis.
“So Neul~ssi.”
Aku tak menghiraukan panggilan Key.
Airmataku terus saja menetes. Sampai dirumah pun eomma menghawatirkanku tapi aku tak menghiraukannya. Kubenamkan kepalaku dibawah bantal. Disitu aku menangis sepuasnya.
----TBC----
keep reading.. don't forget leave comment ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar