part 3, ini part terakhir. mudah-mudahan berkenan yaaa.... ^^
=========================================================================
08.00 KST
Aku dan eomma dijemput oleh pengurus Lee dan diantarkan ke kediaman Choi. Saat aku masuk ke dalam rumah yang seperti istana itu, aku tak menemukan sosoknya. Kemana dia?
“So Neul eonni!” Minhwa memanggilku. Kulihat Choi ajoessi berjalan disampingnya.
Aku dan eomma spontan memberikan senyuman pada mereka. Kubungkukkan tubuhku dihadapan Choi ajoessi
“Waahh..jeongmal yeppeu.” Ujar Minhwa padaku.
“Dress itu sangat cocok untuk mu, So Neul.” Seru Choi ajoessi.
“Chingchan e daehan gamsa, ajoessi.”
Pujian dari Choi ajoessi membuatku tersipu. Semuanya tersenyum. Rasanya bahagia sekali.
“Seonsaengnim, makanannya sudah siap.” Ujar pengurus Lee.
“A, ne. Kajja.” Choi ajoessi dan eomma berjalan di depanku.
Minhwa berjalan disampingku. “Psst..eonni.” Minhwa berbisik padaku. Ia mendekatkan wajahnya ditelingaku. “Dress itu pilihan Minho oppa.” Serunya berbisik.
Aku menatapnya sejenak. Ia melempar senyum padaku dan mengangguk. Jadi, ini pilihan Minho. aku tersenyum karena senang. Tapi, kemana namja itu? Mengapa sejak tadi tak terlihat batang hidungnya? Apa dia tak mau melihatku memakai dress pilihannya?
Makan malam sudah dimulai, tapi kenapa Minho belum datang juga? Kemana sih namja itu?
“So Neul~ssi.” Choi ajoessi memanggilku.
“Ne?”
“Aku dan eomoeni akan segera menikah, aku akan senang jika kau memanggilku aboeji atau appa.”
Selama ini aku memang segan memanggil aboeji apalagi appa pada Choi ajoessi. Rasanya seperti melupakan appa saja. Kurasa mulai sekarang aku memang harus memanggil aboeji pada Choi ajoessi.
“Ne. Na..”
“Andwe aboeji! Shireo!” seru Minho.
Namja yang kutunggu sedang berdiri dihadapan kami. Ia terlihat sangat tampan dengan setelan jas yang dipakainya. YA! Ini bukan saatnya untuk mengagumi ketampanan Minho. Barusan minho mengatakan Shireo pada aboeji.
“Bukankah sudah pernah kubilang, sampai kapan pun aku tidak akan menyetujui pernikahan ini? Apakah aboeji tidak merasa menghianati uri eomma?” Minho telihat sedih saat membicarakan mendiang eomeoni.
“Uri eomma sudah tidak ada! Jangan kau ungkit-ungkit lagi, Minho.” nada suara Choi ajoessi meninggi. “Jadi tidak ada alasan untuk tidak menyetujui pernikahan kami.”
Tiba-tiba Minho menarik tanganku hingga aku berdiri disampingnya. “Jika aboeji butuh alasan lain, kuyojanun. Yeoja yang berdiri disampingku ini lah alasannya. Aboeji, ajumma, joesong haeyo tapi aku minta kalian membatalkan pernikahan itu. Aku mencintai So Neul.”
Eomma terlihat kaget apalagi Choi ajoessi, wajahnya mengeras menahan amarah. Minhwa yang tahu tentang hubungan kami pun terlihat khawatir.
“Andwe! Pernikahan ini tidak akan dibatalkan!” Choi ajoessi marah pada Minho.
“A, geuraeyo? Jika appa masih akan melanjutkan pernikahan, aku akan membawa So neul pergi jauh dari sini.” Minho menarikku keluar dari rumah itu.
Aku mendengar Minhwa dan eomma memanggil kami. Seakan tak mendengar panggilan itu, Minho terus menarikku sampai ke mobilnya.
“Minho~aa, jebal. Jangan begini. Ayo kembali kedalam. Kita bisa bicarakan ini baik-baik.” Mohonku.
Minho membukakan pintu mobil, “Pali.” Minho menyuruhku masuk dengan gerakan kepalanya.
Kutatap Minho dengan tatapan memohon. Percuma. Rahangnya mengeras. Matanya menatapku tajam. Terpaksa aku menurutinya. Mobil itu pun melaju meninggalkan kediaman Choi.
Pagi Hari
Sinar matahari memasuk ke celah mataku. Mencoba membangunkanku. Kubuka mataku perlahan. Kulihat sekelilingku. Aku berada di dalam mobil. Sebuah jas menutupi tubuhku. Jas ini.. aku ingat! Semalam Minho membawaku pergi, tapi dimana Minho sekarang? Kenapa aku sendirian di dalam mobil?
“Minho~ssi.. Minho~ssi...” teriakku.
Kemana namja itu? Mengapa dia meninggalkanku di tempat yang tak kukenal sendirian? Aku terus memanggil namanya dan berkeliling mencarinya. Nihil. Tak ada jawaban. Tak ada siapa pun di tempat ini. Kakiku sudah terasa sakit. Kulepas higheels yang kupakai.
“Ahh..appo.” Aku jatuh terduduk, tiba-tiba aku ingat eomma. Pasti eomma sangat menghawatirkanku. Jika aku tidak mencintai Minho pasti tidak begini kejadiannya. Tapi aku sudah menyukainya sejak appa masih ada. Mianhe eomma, aku mencintainya. “Eomma.” lirihku di tengah tangisku.
“So Neul~ssi!” aku kenal suara itu. “Gwaenchanayo?” Minho menghampiriku.
Tangisku semakin menjadi saat melihatnya. Wajahnya penuh dengan kekhawatiran. Ia langsung memelukku. Kini aku menangis dipelukannya.
Minho menggendongku sampai ke mobil. Ternyata ia tak meninggalkanku, ia hanya sedang mencari makanan untukku dan untuknya. Minho mengobati luka di kakiku. Setelah itu, ia memberiku roti dan susu yang dibelinya. Tak ada pembicaraan yang berarti. Aku lebih banyak diam.
Drrtt...drrtt..drrtt...getar handphone. Aku mencari tasku. Nama Key terpampang di ponselku. “Yeoboseyo?”
“So Neul~ssi? Apa itu kau?” suara Key terdengar sangat khawatir.
“Ne.”
“Gwaenchana? Jigeum oedie? Biar aku menjemputmu.”
“A-annio, na.. gwaencahana. Sekarang aku sedang bersama Minho.” kulirik Minho yang sedari tadi menatapku.
Aku mengakhiri percakapanku dengan Key. Minho menatap kedepan. “Nugu?” tanyanya.
“Key. Dia bilang eomma sangat menghawatirkanku. Minho~ssi , lebih baik kita pulang dan membicarakan ini secara baik-baik dengan aboeji dan eomeoni.”
“Anni.”
“Jebaaal. Minho~ssi, jebal!” Minho seperti tak mau mendengarku. Ia menutup kedua telinganya. Aku merengut. Mengapa namja disebelahku ini selalu keras kepala sih?
Ku hela nafas panjang. “Geurae, kalau kau tak mau pulang, aku akan pulang sendiri.” Saat aku hendak membuka pintu mobil dan keluar, dengan cepat Minho menarik tanganku untuk kembali duduk.
Sebuah ciuman hangat mendarat di bibirku. Minho kembali menciumku. Seperti tersihir oleh ciumannya, aku merasa tak ingin melepaskannya.
Setelah melepas ciumannya, Minho menerima telepon. Aku tak tahu dari siapa dan entah apa yang mereka bicarakan hingga Minho memutuskan untuk kembali ke rumah. Walaupun dengan wajah terpaksa, Minho tetap melajukan mobilnya kembali ke rumah keluarga Choi.
“Apa kau mencintaiku?” tanya Minho saat diperjalanan.
“Ne.”
“Apa kau percaya aku sangat mencintaimu?”
“Ne. Kenapa kau menanyakan hal itu?”
Minho memegang tanganku dan mencium punggung tanganku. “Aku akan memperjuangkan cinta kita.” Ucapnya dan menatapku sejenak.
Aku tak mengerti apa yang Minho bicarakan. Aku hanya mengiyakan saja setiap kalimat yang dikatakannya. Sebetulnya aku takut untuk pulang. Aku takut dipisahkan dari Minho, tapi kata-kata yang diucapkan Minho membuatku yakin bahwa kami dapat bersama.
3 tahun kemudian...
“Jagiyaaa....” seorang namja melambaikan tangannya padaku. Kuberikan ia sebuah senyuman. Namja itu berlari kearahku. Wajahnya terlihat sangat senang dan bahagia.
“Aish, kau ini. Apa tidak bisa jalan saja? Kenapa harus berlari sih? Jasmu bisa berantakan jika kau berlari seperti tadi.” Tanganku merapikan beberapa sisi jasnya. Minho hanya tersenyum.
“Bagaimana penampilanku? Sudah tampankan?” tanyanya.
Aku tertawa kecil melihat tingkahnya. Kuanggukan kepala tanda mengiyakan.
“So Neul, Minho, ayo cepat masuk! Acaranya akan dimulai.” Seru eomma padaku dan Minho.
“Neee..!” teriakku. “A, kajja.”
Minho mengenggam tanganku. Kami pun masuk ke dalam acara pertunangan itu. Siapa yang bertunangan? Eomma dan aboeji? Tentu saja bukan, ini acara pertunangan Key dan Ji Hyun.
Semua tamu bertepuk tangan saat Key melingkarkan cincin di jari manis Ji Hyun.
“Setelah ini kalian yang harus bertunangan.” Ujar eomma padaku dan Minho.
Aku dan Minho saling berpandangan, Minho memberiku sebuah wink. Aku tertawa kecil melihatnya.
Setelah kejadian saat itu, eomma dan aboeji membatalkan pernikahan mereka. Ah, anni. Mereka membongkar sandiwara pernikahan mereka. Sebenarnya tidak ada rencana pernikahan antara mereka. Sandiwara pernikahan dilakukan hanya untuk mengetahui perasaanku dan Minho.
Dan akhirnya mereka tahu bahwa aku dan Minho saling mencintai, lalu mereka langsung merestui hubungan kami.
----END----
silahkan beri komentarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar