ini lanjutan dari He is my namjachingu. agak aneh sih ceritanya. Tapi, HAPPY READING yaaa.... ^^
==================================================================
[you]
Saat ini aku dan Minho duduk di bangku taman yang sepi. Hari mulai senja. Kami tak berbicara sedikit pun sejak kami sampai di taman itu. Tiba-tiba saja aku mengingat kejadian yang baru saja kulihat. Airmataku kembali mengalir dari mataku. Kututupi wajahku agar Minho tidak panik melihatku tiba-tiba menangis.
Aku merasakan Minho mendekatkan posisi duduknya denganku. Tangannya yang besar menarik tubuhku untuk mendekat ke tubuhnya. Membiarkanku mendekat dengan dadanya.
“Menangislah sepuasmu, aku akan menemanimu.” serunya.
Kuhirup bau parfumnya yang khas. Detak jantungnya berdegup kencang. Pelukannya erat tapi membuatku nyaman. Ini pertama kalinya kami sedekat ini tanpa bertengkar. Apalagi setelah kejadian kemarin yang membuatnya sangat marah padaku.
DEG! Aneh, kenapa aku merasa deg-degan begini? Apa ini...? Tidak mungkin! Dari dulu kami tak pernah akur, selalu saja bertengkar. Bahkan, pertengkaran terakhir kami membuatnya begitu sedih. Jadi tidak mungkin kalu perasaan ini adalah...cinta.
Kuuraikan pelukannya. Kuhapus pipiku yang basah karena airmata. Dia menatapku, lalu tersenyum.
“Sudah merasa baik?” tanyanya.
Aku mengangguk, “Ayo pulang. Nanti oppa mencari kita.” ajakku.
Minho berdiri duluan, dia mengulurkan tangannya. “Ayo pulang.”
Aku menatapnya dengan tatapan sedikit heran. Dia menganggukkan kepalanya. Aku tersenyum, bertanya pada diriku sendiri apa yang terjadi? Kulihat dia menungguku. Kusambut tangannya yang besar. Dia mengenggam tanganku. Tangan kami saling bertautan saat berjalan pulang.
[minho]
Aku benar-benar tidak tahu apa yang kulakukan saat ini. Melihatnya menangis membuat hatiku sakit. Aku tak mau membiarkannya menangis. Kami tiba disebuah taman yang sepi dan duduk di temani senja. Tak ada pembicaraan, tak ada yang memulai berbicara pula.
Namun, kulihat tubuh Daehae terguncang. Tangannya menutupi wajahnya. Aku tahu dia menangis. ‘Tolong jangan menangis dihadapanku untuk alasan tadi.’ batinku. Tak sadar apa yang kulakukan, aku sudah menariknya ke dalam pelukanku. Dia menangis di dadaku. Jantungku berdegup sangat kencang. Kurasa dia bisa mendengarnya.
“Menangislah sepuasmu, aku akan menemanimu.” ucapku.
Sebenarnya apa ini? Kenapa aku bisa melakukan hal-hal seperti ini? Apa ini...? Mustahil, kami tidak pernah sependapat. Terakhir bertengkar dia membuatku sangat marah. Tapi kini dia ada dalam pelukanku.
Dia menguraikan pelukanku. Tangannya menghapus bekas airmata dipipinya. Matanya terlihat sembab.
“Sudah merasa baik?” tanyaku.
Dia mengangguk, “Ayo pulang. Nanti oppa mencari kita.” serunya
Aku berdiri dan mengulurkan tanganku. “Ayo pulang.”
Dia menatapku sejenak dengan tatapan bertanya. Kuanggukkan kepala tanda mengiyakan. Sebuah senyuman menghiasi bibirnya. Tanganku pun disambut olehnya. Mengenggam tangannya yang kecil dan lembut membuatku bahagia sekali. Kami pulang dengan tangan yang saling bertautan.
[you]
Tak tahu kenapa, tapi aku jadi malu jika bertemu Minho. Apalagi ditambah dengan kejadian yang terjadi di taman kemarin. Itu membuatku semakin malu dan tak ingin bertemu dengannya untuk saat ini. Hampir saja lupa, hari ini Minho ulang tahun. Aku sudah menyiapkan hadiah untuknya, tapi aku malu untuk menemuinya.
Ngomong-ngomong dari pagi aku belum melihatnya. Hari ini kan hari libur sekolah. Apa dia sakit? Tidak mungkin. Dia kan kuat. Olahraganya juga tidak pernah berhenti. Tapi, bisa saja kan? Kalau sakit, dia sakit apa? Mengapa tidak memberi kabar? Apa aku telepon saja? Tidak. Tidak. Aku belum siap bicara dengannya. Aduuhh.. bagaimana ini?
“Annyeong...” itu suaranya.
Aku berlari menuju dapur. Entah mengapa tiba-tiba aku merasa ingin sekali melihatnya. Kulihat tubuhnya penuh keringat. Bajunya pun basah. Senang melihatnya datang dan sehat-sehat saja.
Dia sedikit terkejut melihatku berdiri dihadapannya. Ku pasang wajah cemberut. “Darimana saja kau? Kenapa baru datang?” padahal jantungku berdegup kencang.
Dia tertawa kecil. “Aku habis latihan sepak bola. Memangnya kenapa? Kau menungguku datang ya?” Dia tampan sekali saat tersenyum.
Blusshh... kurasa wajahku memerah karena malu. Entah kenapa, apa yang dikatakannya tepat sekali. “Sudah sana mandi, lalu ganti baju.” ucapku tanpa melihat wajahnya.
“Nee..” jawabnya. Tangan kanannya mengacak-acak rambutku sedikit.
Jantungku berdegup kencang sekali. Semoga dia tak mendengar detakan jantungku ini.
[minho]
Aku terlambat datang ke restoran karena harus latihan sepak bola dulu. Kubuka pintu dapur dan memberi salam. Aku langsung tersentak melihat Daehae berdiri di hadapanku. Wajahnya cemberut.
“Darimana saja kau? Kenapa baru datang?” tanyanya.
Wajahnya lucu sekali jika cemberut seperti itu. Aku pun tertawa. Terlintas niat untuk menggodanya. “Aku habis latihan sepak bola. Memangnya kenapa? Kau menungguku ya?” godaku.
Seketika itu wajahnya memerah seperti kepiting rebus. Apa dia malu saat ku goda? Aku merasa senang sekali melihat ekspresi wajahnya.
“Sudah sana mandi, lalu ganti baju.” Dia berbicara tanpa menatapku.
Tanganku mengacak-acak sedikit rambutnya. “Nee..” jawabku. Lalu aku pergi menuju ruang ganti. Dia itu lucu sekali. Kalau kuperhatikan, wajahnya manis sekali saat tersenyum. Aku jadi ingin membuatnya tersenyum terus. Aigoo..apa-apaan aku ini? Dari kemarin aku terus memikirkannya.
[you]
Restoran ramai sekali. Semuanya terlihat sangat sibuk. Banyak pengunjung yang harus menunggu karena tidak dapat tempat. Aku melihat para yeoja sibuk memanggil Siwon oppa dan Kyuhyun oppa. Jonghyun oppa dan Minho juga terlihat kewalahan. Di saat-saat sibuk seperti aku masih sempat melihat para yeoja menggoda Minho.
Kenapa denganku? Hatiku terasa sakit melihat itu. Apalagi Minho tersenyum senang dan tidak keberatan dengan panggilan para yeoja itu. Rasanya aku ingin menarik Minho menjauh dari yeoja-yeoja itu. Minho sadar aku memperhatikannya. Mata kami saling bertemu. Aku menatapnya sedih. Senyum yang ada dibibirnya memudar saat menatapku.
Cukup lama kami bertatapan. Kurasa airmataku mau keluar. Kupalingkan wajahku darinya lalu masuk ke area dapur.
“Daehae, apa yang kau lakukan di dapur?” tanya Leeteuk oppa padaku.
Kutahan tangisku, “Aku boleh membantu mencuci piring?” tanyaku dengan nada suara yang —kuusahakan—biasa.
Leeteuk oppa memandangku, lalu dia hanya mengangguk tanda mengiyakan. Dia tak menanyakan apapun saat melihat airmataku jatuh di pipiku. Aku menangis sembari mencuci piring. Haruskah aku seperti ini? Hatiku sakit sekali melihat kejadian tadi. Padahal itu biasa terjadi setiap harinya, tapi kenapa kali ini aku merasa ada yang aneh dalam diriku. Aku merasa cemburu.
Setelah restoran tutup aku langsung mengganti pakaian dan bergegas pulang. Sebelumnya, aku memandang loker milik Minho dan kuletakkan hadiah untuknya diatas lokernya. Kulangkahkan kakiku menuju meja tempat delapan pangeran itu duduk. Mereka sedang berbincang dan tertawa.
“Oppa, aku pulang duluan.” seruku tanpa memandang mereka.
Semuanya terdiam. “Tak mau menungguku sebentar?” tanya Donghae oppa.
Aku menggeleng. “Aku ada urusan sebentar. Nanti akan kutelepon. Annyeong semuanya.” pamitku sambil membungkukkan badan. Aku pun keluar dari restoran sendirian dan entah akan pergi kemana malam-malam begini.
[minho]
Tatapan kami saling bertemu. Ada kesedihan di tatapan mata itu. Dia memalingkan wajahnya dan berlari masuk ke dapur. Ingin sekali ku kejar, namun para yeoja ini terus saja menahanku. Aku pun tak melihatnya hingga restoran tutup.
“Oppa, aku pulang duluan.” Itu suaranya. Kulihat dia menunduk.
“Tak mau menungguku sebentar?” tanya Donghae hyung.
Dia menggeleng, “Aku ada urusan. Nanti akan kutelepon. Annyeong semuanya.” pamitnya tanpa mau memandangku.
“Hyung, ada apa dengannya? Tadi pagi dia baik-baik saja, tapi setelah itu dia memilih mencuci piring di dapur.” tanya Jonghyun. Semuanya terdiam. Suasananya pun menjadi hening.
“Tadi dia menangis.” seru Leeteuk hyung memecahkan keheningan.
“Sebenarnya ada apa dengan anak itu? Merengek gajinya diberikan duluan, memintaku menghubungi karyawan toko sport untuk tidak menjual bola kepada yang lain dan sekarang malah menangis. Aku mencemaskannya.” ujar Donghae hyung.
Bola? Untuk apa dia meminta karyawan toko agar tidak menjual bola pada orang lain? Ah! Aku ingat sekarang. Ternyata dia si pembeli bola itu. Tapi untuk siapa bola itu?
“Tadi pagi kulihat dia membawa kotak sedang, kenapa tadi tak dibawanya ya?” ujar Kyuhyun hyung.
Aku berdiri lalu berjalan ke ruang ganti. Kurasa semuanya memandangku dengan heran. Saat aku berdiri di depan loker, kulihat sebuah kotak berukuran sedang diatas lokerku. Kuambil kotak itu. Ada sebuah kartu ucapan diatas tutup kotak itu. Tulisan didalamnya
Mianhamnida Minho oppa
Saengilchukhahae ^^
Lee Daehae
Aku tesentak saat membacanya. Isi kotak itu adalah bola yang ingin kubeli kemarin. Sekarang bola itu menjadi milikku sebagai hadiah ulang tahunku darinya. Aku pun bergegas mengganti pakaian dan hendak mencarinya. Ada yang ingin kukatakan padanya dan harus kukatakan saat ini juga.
“Minho, mau kemana kau?” tanya Siwon hyung.
“Aku ada urusan sebentar. Nanti kutelepon.” jawabku sambil keluar restoran dan membawa kotak yang berisi bola.
[you]
Aku tak tahu mau pergi kemana. Kini aku duduk di taman tempat aku dan Minho duduk kemarin. Sepi sekali. Tiba-tiba hatiku merasa senang mengingat kejadian kemarin di tempat ini. Ponselku berdering, kulihat itu panggilan dari Minho. Aku ragu-ragu untuk mengangkatnya. Tapi akhirnya kuputuskan untuk mengangkatnya
“Ehem.. Y-yoboseoyo?”
“Ya! Odiesoyo?” tanyanya dengan nada tinggi.
“Nugu?”
“Aiisshh.. tentu saja kau! Odiesoyo?”
Minho mencariku? Ada apa sebenarnya? “Di taman yang kemarin.”
“Tetap disitu.” serunya.
“Tap..” tuut..tuut..tuut.. Dia memutuskan panggilan itu. Kenapa dia tiba-tiba mencariku? Aku belum siap untuk bertemu dengannya. Apalagi, aku masih merasa sedih melihat kejadian tadi.
Tak berapa lama Minho datang dengan setengah berlari dan berdiri dihadapanku. Aku langsung berdiri begitu melihatnya.
“Ya! Kenapa tak memberikan hadiah ini langsung? Apa kau tak mau mengucapkan saengil chukhahae sendiri dengan mulutmu?” Dia marah-marah padaku dan menaruh kotak hadiah dariku di bangku taman.
Aku kaget mendengarnya yang langsung marah kepadaku dan melihat kotak itu dibawanya. Aku hendak berbicara saat dia bertanya “Apa kau membenciku?” dengan nada suara yang melemah.
Kuberanikan untuk memandang wajahnya. Tatapan matanya mengisyaratkan bahwa dia sedih. Mulutku sama sekali tak bisa mengeluarkan kata-kata. Aku tak mau melihatnya sedih di hari ulang tahunnya.
“Mianhe, aku sudah membuatmu menangis. Kumohon jangan menangis, aku tak tahan melihatmu menangis. Karena aku... aku.. aku mencintaimu.” ucapnya.
Mataku terbelakak mendengar perkataannya itu. Perasaanku bercampur aduk saat ini. Tak tahu harus bicara apa. Aku tak mengerti kenapa aku malah menangis mendengar pernyataannya itu.
Minho memelukku, “Mianhe, aku sudah membuatmu menangis lagi. Aku benar-benar mencintaimu, Daehae.” Aku merasa jantungku mau meledak karena berdetak sangat kencang. Bahagianya mendengar dia berkata seperti itu.
[minho]
Yeoja itu sedang duduk sendirian saat ku datang. Kutaruh kotak hadiah darinya dibangku taman. Aku langsung memarahinya. Dia terlihat bingung meihatku langsung memarahinya.
“Apa kau membenciku?” tanyaku dengan suara yang rendah.
Dia menatapku dengan tatapan penuh tanya. Matanya masih terlihat sembab. Wajah ini lah yang membuatku bisa melakukan hal-hal yang bahkan aku sendiri tak mengerti mengapa aku bisa melakukannya.
“Mianhe, aku sudah membuatmu menangis. Kumohon jangan menangis, aku tak tahan melihatmu menangis. Karena aku.. aku.. aku mencintaimu.” Jantungku berdegup kencang saat mengatakannya. Aku takut kehilangannya.
Dia menangis. ‘Babo sekali aku ini!’ Omelku dlm hati. Aku malah membuatnya menangis lagi. Kalau sudah begitu aku tak bisa menahan diriku untuk tidak memeluknya. “Mianhe, aku sudah membuatmu menangis lagi. Aku benar-benar mencintaimu, Daehae.” ujarku.
Diuraikannya pelukanku, kuangkat wajahnya. Jemariku menghapus habis airmatanya. Aku tersenyum padanya. Dia pun tersenyum padaku. Kurapatkan wajahku dengan wajahnya hingga aku bisa merasakan hembusan nafasnya. Ku kecup bibirnya dengan lembut.
Setelah itu dia memelukku dan berkata, “Saengil chukhahae Minho oppa. Saranghae.” Lalu dia mengecup pipiku. Oohh..Tuhan! Aku merasa sesak karena terlalu bahagia. Apalagi mendengar dia berkata saranghae padaku.
“Apa kau menyukai hadiah dariku?” tanyanya saat kami berjalan pulang.
Aku mengangguk, “Tentu saja. Apalagi itu bola pemberianmu.” Aku menggenggam tangannya. Tangan kiriku membawa kotak berisi bola pemberiannya. Kulihat dia tertawa kecil dan tersipu. Aku terus mengenggam tangannya yang dingin sambil berjalan menuju rumahnya.
[you]
“Minho-ssi, aku lelah. Ayo istirahat dulu.” Keluhku pada Minho.
Dia berjalan menghampiriku yang terkapar di lapangan bola dan merebahkan tubuhnya disampingku. “Menurutmu, bagaimana permainanku tadi?” tanyanya.
“Daebak! Untuk aku yang tak bisa bermain bola. Hehe.”
“Ahahaha.. kau ada-ada saja.” Dia tertawa. Aku sangat suka melihatya tertawa, karena wajahnya makin tampan jika tertawa. “Kau tahu? Aku pernah berjanji jika suatu hari aku mempunyai yeojachingu yang ku sayang. Aku akan mengajaknya bermain sepak bola.”
Aku mengubah posisiku menjadi duduk. “Jinjja?” dia menjawab dengan anggukan. Dia duduk dihadapanku sekarang. “Lalu, apa kau sudah menemukannya?”
Dia mengerutkan keningnya dan sedikit berpikir. CUP! Sebuah ciuman mendarat dibibirku. Aku kaget dibuatnya. “Yeoja itu kau. Kaulah yeojachingu yang kusayang.” Dia mengedipkan mata kirinya.
Aku merasa tersipu dengan ucapannya. Tiba-tiba ide untuk membalasnya muncul di otakku. Kudekatkan wajahku dengan telinganya, lalu kukatakan “Aku mencintaimu, Choi Minho.” bisikku. CUP! Kali ini aku yang menciumnya di pipi.
Dia terlihat kaget. Tatapannya begitu lembut dan hangat saat menatapku. Aku memberikan mehrong padanya lalu berlari meninggalkannya. Dia mengejarku.
“Yaa! Daehae, senang sekali kau menggodaku!” serunya.
Begitulah kami, banyak cara untuk mengekspresikan perasaan kami. Perasaan ini semakin hari semakin kuat. Kami sudah ketergantungan satu sama lain. Walau banyak kekurangan dan perbedaan, kami akan terus saling melengkapi dan menutupi kekurangan itu dengan kelebihan yang kami miliki.
[EPILOG]
Kau suka makan ramen? Kalau dikelilingi oleh namja-namja tampan? Jika kau suka keduanya, maka datanglah ke restoran ramen milik keluargaku. Kau akan merasakan makan mie ramen sekaligus dikelilingi namja-namja yang tampan disitu. Kau boleh berfoto bersama, mengajak mereka ngobrol, bahkan memeluk mereka.
Hanya saja ada pengecualian untuk satu namja. Namanya Choi Minho. Wajahnya tampan, pintar, senyumnya membuatku jatuh hati padanya. Aku akan cemburu jika ada yeoja—selain aku—yang mendekatinya. Kau tahu kenapa? Karena dia namjachinguku dan kami saling mencintai. ^,^
—THE END—
ayo..ayo.. jangan lupa komen yaaa...
ayo..ayo.. jangan lupa komen yaaa...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar