Jumat, 27 Januari 2012

[FANFIC] I'm sorry, i love him (part 3 END)






part 3, ini part terakhir. mudah-mudahan berkenan yaaa.... ^^
=========================================================================


08.00 KST

Aku dan eomma dijemput oleh pengurus Lee dan diantarkan ke kediaman Choi. Saat aku masuk ke dalam rumah yang seperti istana itu, aku tak menemukan sosoknya. Kemana dia?

“So Neul eonni!” Minhwa memanggilku. Kulihat Choi ajoessi berjalan disampingnya.

Aku dan eomma spontan memberikan senyuman pada mereka. Kubungkukkan tubuhku dihadapan Choi ajoessi

“Waahh..jeongmal yeppeu.” Ujar Minhwa padaku.

“Dress itu sangat cocok untuk mu, So Neul.” Seru Choi ajoessi.

“Chingchan e daehan gamsa, ajoessi.”
Pujian dari Choi ajoessi membuatku tersipu. Semuanya tersenyum. Rasanya bahagia sekali.

“Seonsaengnim, makanannya sudah siap.” Ujar pengurus Lee.

“A, ne. Kajja.” Choi ajoessi dan eomma berjalan di depanku.

Minhwa berjalan disampingku. “Psst..eonni.” Minhwa berbisik padaku. Ia mendekatkan wajahnya ditelingaku. “Dress itu pilihan Minho oppa.” Serunya berbisik.

Aku menatapnya sejenak. Ia melempar senyum padaku dan mengangguk. Jadi, ini pilihan Minho. aku tersenyum karena senang. Tapi, kemana namja itu? Mengapa sejak tadi tak terlihat batang hidungnya? Apa dia tak mau melihatku memakai dress pilihannya?

Makan malam sudah dimulai, tapi kenapa Minho belum datang juga? Kemana sih namja itu?

“So Neul~ssi.” Choi ajoessi memanggilku.

“Ne?”

“Aku dan eomoeni akan segera menikah, aku akan senang jika kau memanggilku aboeji atau appa.”

Selama ini aku memang segan memanggil aboeji apalagi appa pada Choi ajoessi. Rasanya seperti melupakan appa saja. Kurasa mulai sekarang aku memang harus memanggil aboeji pada Choi ajoessi.

“Ne. Na..”

“Andwe aboeji! Shireo!” seru Minho.

Namja yang kutunggu sedang berdiri dihadapan kami. Ia terlihat sangat tampan dengan setelan jas yang dipakainya. YA! Ini bukan saatnya untuk mengagumi ketampanan Minho. Barusan minho mengatakan Shireo pada aboeji.

“Bukankah sudah pernah kubilang, sampai kapan pun aku tidak akan menyetujui pernikahan ini? Apakah aboeji tidak merasa menghianati uri eomma?” Minho telihat sedih saat membicarakan mendiang eomeoni.

“Uri eomma sudah tidak ada! Jangan kau ungkit-ungkit lagi, Minho.” nada suara Choi ajoessi meninggi. “Jadi tidak ada alasan untuk tidak menyetujui pernikahan kami.”

Tiba-tiba Minho menarik tanganku hingga aku berdiri disampingnya. “Jika aboeji butuh alasan lain, kuyojanun. Yeoja yang berdiri disampingku ini lah alasannya. Aboeji, ajumma, joesong haeyo tapi aku minta kalian membatalkan pernikahan itu. Aku mencintai So Neul.”

Eomma terlihat kaget apalagi Choi ajoessi, wajahnya mengeras menahan amarah. Minhwa yang tahu tentang hubungan kami pun terlihat khawatir.

“Andwe! Pernikahan ini tidak akan dibatalkan!” Choi ajoessi marah pada Minho.

“A, geuraeyo? Jika appa masih akan melanjutkan pernikahan, aku akan membawa So neul pergi jauh dari sini.” Minho menarikku keluar dari rumah itu.

Aku mendengar Minhwa dan eomma memanggil kami. Seakan tak mendengar panggilan itu, Minho terus menarikku sampai ke mobilnya.

“Minho~aa, jebal. Jangan begini. Ayo kembali kedalam. Kita bisa bicarakan ini baik-baik.” Mohonku.

Minho membukakan pintu mobil, “Pali.” Minho menyuruhku masuk dengan gerakan kepalanya.

Kutatap Minho dengan tatapan memohon. Percuma. Rahangnya mengeras. Matanya menatapku tajam. Terpaksa aku menurutinya. Mobil itu pun melaju meninggalkan kediaman Choi.

Pagi Hari

Sinar matahari memasuk ke celah mataku. Mencoba membangunkanku. Kubuka mataku perlahan. Kulihat sekelilingku. Aku berada di dalam mobil. Sebuah jas menutupi tubuhku. Jas ini.. aku ingat! Semalam Minho membawaku pergi, tapi dimana Minho sekarang? Kenapa aku sendirian di dalam mobil?

“Minho~ssi.. Minho~ssi...” teriakku.

Kemana namja itu? Mengapa dia meninggalkanku di tempat yang tak kukenal sendirian? Aku terus memanggil namanya dan berkeliling mencarinya. Nihil. Tak ada jawaban. Tak ada siapa pun di tempat ini. Kakiku sudah terasa sakit. Kulepas higheels yang kupakai.

“Ahh..appo.” Aku jatuh terduduk, tiba-tiba aku ingat eomma. Pasti eomma sangat menghawatirkanku. Jika aku tidak mencintai Minho pasti tidak begini kejadiannya. Tapi aku sudah menyukainya sejak appa masih ada. Mianhe eomma, aku mencintainya. “Eomma.” lirihku di tengah tangisku.

“So Neul~ssi!” aku kenal suara itu. “Gwaenchanayo?” Minho menghampiriku.
Tangisku semakin menjadi saat melihatnya. Wajahnya penuh dengan kekhawatiran. Ia langsung memelukku. Kini aku menangis dipelukannya.

Minho menggendongku sampai ke mobil. Ternyata ia tak meninggalkanku, ia hanya sedang mencari makanan untukku dan untuknya. Minho mengobati luka di kakiku. Setelah itu, ia memberiku roti dan susu yang dibelinya. Tak ada pembicaraan yang berarti. Aku lebih banyak diam.

Drrtt...drrtt..drrtt...getar handphone. Aku mencari tasku. Nama Key terpampang di ponselku. “Yeoboseyo?”

“So Neul~ssi? Apa itu kau?” suara Key terdengar sangat khawatir.

“Ne.”

“Gwaenchana? Jigeum oedie? Biar aku menjemputmu.”

“A-annio, na.. gwaencahana. Sekarang aku sedang bersama Minho.” kulirik Minho yang sedari tadi menatapku.

Aku mengakhiri percakapanku dengan Key. Minho menatap kedepan. “Nugu?” tanyanya.

“Key. Dia bilang eomma sangat menghawatirkanku. Minho~ssi , lebih baik kita pulang dan membicarakan ini secara baik-baik dengan aboeji dan eomeoni.”

“Anni.”

“Jebaaal. Minho~ssi, jebal!” Minho seperti tak mau mendengarku. Ia menutup kedua telinganya. Aku merengut. Mengapa namja disebelahku ini selalu keras kepala sih?

Ku hela nafas panjang. “Geurae, kalau kau tak mau pulang, aku akan pulang sendiri.” Saat aku hendak membuka pintu mobil dan keluar, dengan cepat Minho menarik tanganku untuk kembali duduk.

Sebuah ciuman hangat mendarat di bibirku. Minho kembali menciumku. Seperti tersihir oleh ciumannya, aku merasa tak ingin melepaskannya.

Setelah melepas ciumannya, Minho menerima telepon. Aku tak tahu dari siapa dan entah apa yang mereka bicarakan hingga Minho memutuskan untuk kembali ke rumah. Walaupun dengan wajah terpaksa, Minho tetap melajukan mobilnya kembali ke rumah keluarga Choi.

“Apa kau mencintaiku?” tanya Minho saat diperjalanan.

“Ne.”

“Apa kau percaya aku sangat mencintaimu?”

“Ne. Kenapa kau menanyakan hal itu?”

Minho memegang tanganku dan mencium punggung tanganku. “Aku akan memperjuangkan cinta kita.” Ucapnya dan menatapku sejenak.

Aku tak mengerti apa yang Minho bicarakan. Aku hanya mengiyakan saja setiap kalimat yang dikatakannya. Sebetulnya aku takut untuk pulang. Aku takut dipisahkan dari Minho, tapi kata-kata yang diucapkan Minho membuatku yakin bahwa kami dapat bersama.

3 tahun kemudian...

“Jagiyaaa....” seorang namja melambaikan tangannya padaku. Kuberikan ia sebuah senyuman. Namja itu berlari kearahku. Wajahnya terlihat sangat senang dan bahagia.

“Aish, kau ini. Apa tidak bisa jalan saja? Kenapa harus berlari sih? Jasmu bisa berantakan jika kau berlari seperti tadi.” Tanganku merapikan beberapa sisi jasnya. Minho hanya tersenyum.

“Bagaimana penampilanku? Sudah tampankan?” tanyanya.

Aku tertawa kecil melihat tingkahnya. Kuanggukan kepala tanda mengiyakan.

“So Neul, Minho, ayo cepat masuk! Acaranya akan dimulai.” Seru eomma padaku dan Minho.

“Neee..!” teriakku. “A, kajja.”

Minho mengenggam tanganku. Kami pun masuk ke dalam acara pertunangan itu. Siapa yang bertunangan? Eomma dan aboeji? Tentu saja bukan, ini acara pertunangan Key dan Ji Hyun.

Semua tamu bertepuk tangan saat Key melingkarkan cincin di jari manis Ji Hyun.

“Setelah ini kalian yang harus bertunangan.” Ujar eomma padaku dan Minho.

Aku dan Minho saling berpandangan, Minho memberiku sebuah wink. Aku tertawa kecil melihatnya.

Setelah kejadian saat itu, eomma dan aboeji membatalkan pernikahan mereka. Ah, anni. Mereka membongkar sandiwara pernikahan mereka. Sebenarnya tidak ada rencana pernikahan antara mereka. Sandiwara pernikahan dilakukan hanya untuk mengetahui perasaanku dan Minho.

Dan akhirnya mereka tahu bahwa aku dan Minho saling mencintai, lalu mereka langsung merestui hubungan kami.

----END----
silahkan beri komentarnya.

[FANFIC] I'm sorry, i love him (part 2)






ini part 2nya...
========================================================================


Konkuk Univesity

Hembusan angin musim gugur membelai rambutku. Rambut coklat panjang milikku kubiarkan terurai. Hari ini aku malas merapikan rambutku, hanya kuberi sebuah jepitan sebagai penghiasnya.

Brukkk

Seseorang menabrakku dan sukses membuatku jatuh terduduk.
“Awww...appo.” rintihku.

“So Neul, gwaenchanayo?” tanya Key.

Kulihat telapak tanganku berdarah.

“OMO, kuantar kau ke UKS. Kajja.” Key membantuku bangkit.

“Anni, aku bisa ke UKS sendiri. Kau masuk kuliah saja sana.”

Key terlihat ragu meninggalkanku. Kudorong tubuhnya dengan satu tangan agar ia segera jalan.

“Telepon aku jika ada apa-apa. Arasso?”

“Ne, arayo.”

Kulangkahkan kaki menuju UKS setelah melihat Key menjauh. Sampai di UKS tak ada siapapun disana. Dengan terpaksa aku mengobati lukaku sendiri.

“Annyeonghaseyo, ganhosa. Aku membutuhkan sedikit perban untuk...” suara namja itu tak melanjutkan kata-katanya.

Namja itu Minho. Ini kali pertama aku melihatnya lagi setelah kejadian malam itu. Mata belonya menatapku dengan tatapan heran. Aku buru-buru mengalihkan tatapanku.

“Tidak ada ganhosa. Jadi, ambil sendiri saja.”

Mengapa melilitkan perban ke tanganku terasa sulit sekali? Sudah beberapa kali ku lilitkan tapi lepas lagi. Ck, aku menyerah. Biar sajalah, toh darahnya sudah hampir berhenti.

Sebuah tangan besar menarik pergelangan tanganku yang sakit. Choi Minho. Sedang duduk dihadapanku dan membantuku melilitkan perban. Tak ada pembicaraan. Hening adalah kata yang sangat tepat untuk menggambarkan suasana itu.

“Gomawo.” seruku.
Minho hanya menjawab dengan anggukan.

Sebenarnya aku masih ingin duduk dihadapannya seperti ini, tapi aku sadar dengan rasa benci yang dimiliki Minho padaku. Jadi kuputuskan untuk beranjak dari UKS.

“So Neul~ssi.” Minho menarik lenganku. Aku pun kembali terduduk. “Mi..Mianhe.” ujarnya ragu.

“Mian?! Untuk apa?”

“Perkataanku yang tempo hari itu. Jeongmal mianhe.” Minho menundukkan kepalanya, tak berani menatapku.

“A, gwaenchana. Aku bahkan sudah lupa kau bilang apa tempo hari.” Senyumku sedikit kupaksakan.

Minho menatapku dengan tatapan heran bercampur aneh. “Emm..sepulang kuliah apa kau ada waktu?”

Taman bermain

Minho sedang melahap ramyeon cup. Kurasa ia sangat kelaparan karena menungguku pulang tadi.

“Apa kau tak bisa pelan-pelan makannya?” aku mengelap pipinya yang kotor dengan tisu.

Minho sedikit tercekat lalu menatapku. Tatapannya membuatku sedikit salah tingkah. Segera kujauhkan tanganku dari pipinya.

“Mi..Mian.”

“Gwaenchana. So Neul~aa, apa...kau benar-benar menginginkan aboeji dan eomeoni menikah?”

Pertanyaan itu membuatku kaget sekaligus bingung. Bingung untuk menjawabnya. Jujur dari dalam hatiku, aku ingin sekali mencegah pernikahan mereka. Tapi aku sudah terlanjur menyetujuinya dan eomma terlihat senang.

“Na..” tenggorokanku terasa sangat kering.

Saat aku melihat Choi ajoessi memberikan cincin pada eomma ada rasa kecewa dan sedih. Aku merasa eomma menghianati appa. Namun, saat aku melihat senyuman eomma yang begitu bahagia, aku tidak tega untuk mencegahnya.

“Aku tahu sebenarnya kau sangat kecewa saat melihat aboeji memberikan cincin pada eomeoni. Kau merasa kalau eomeoni menghianati Kim ajoessi.”

Mwo?! Apa Minho bisa membaca pikiranku? Mengapa yang ia katakan sangat tepat? Ku tatap Minho dengan tatapan penuh terheran-heran.

Minho tersenyum padaku, “Aku tahu itu dari Key. Haahh...ku kira hanya aku yang merasakan hal seperti itu, ternyata aku salah. Setelah malam itu aku sadar bahwa bukan hanya aku yang merasa kecewa jika pernikahan itu tetap dilaksanakan. Jadi, bukankah lebih baik dihentikan?”

“Tapi aku tak mau menghentikannya. Aku tak mau melihat senyum di bibir eomma hilang karena pernikahan itu dihentikan atas alasan yang tak jelas.”

“Mwo?” Minho berdiri dihadapanku. “Kau itu pabo? Bukankah kau tahu bahwa kau, aku dan Minhwa merasa kecewa dengan pernikahan itu,eoh?”

“Arayo, tapi alasan seperti itu tak masuk akal. Hanya karena merasa kecewa kita tak mungkin mengorbankan kebahagiaan mereka.”

“Geroum, kau lebih memilih menyakiti dirimu dan aku, begitu?”

Ku lemparkan tatapan tak mengerti pada Minho.

“Apa kau tak memikirkan perasaan itu? Perasaan yang sudah kau rasakan sejak awal bertemu. Perasaan selama sekolah di Kirin. Perasaan yang tetap ada saat kuliah di Konkuk. Apa kau melupakannya? Apa kau akan membiarkan perasaan itu hilang?”

Aku terdiam. Mulutku benar-benar terkunci. Ternyata Key sudah menceritakan semuanya pada Minho. Seharusnya aku senang, karena Minho tahu perasaanku. Tapi waktunya kurang tepat. Ia mengetahuinya disaat persiapan pernikahan sedang dilakukan.

“Kim So Neul, jawab aku!” Nada suara Minho meninggi.

“Ne, aku akan membiarkan perasaan itu hilang. Aku akan melakukan apapun untuk kebahagiaan eomma. Walaupun aku harus menyiksa diriku.”

Minho terlihat terguncang. Matanya membelakak mendengar jawabanku.

“Pabo yeoja. Kau benar-benar munafik Kim So Neul. Apa kau tak memikirkan perasaanku? Kau rela membuang perasaan itu demi kebahagiaan mereka. Pabo! Kau akan kehilanganku. Ingat itu!”

Minho pergi meninggalkanku. Tanpa sadar kupejamkan kedua mataku, air mataku pun meluncur sukses di pipiku. Aku memang ingin melihat eomma bahagia, tapi aku tak mau kehilangan Minho. Eomma, mianhe. Ajoessi mianhe. Jeongmal mianhe.

“Minho~ssi.” Teriakku.

Minho  menghentikan langkahnya. Aku segera berlari dan memeluknya dari belakang.

“Jebal, gaji mal-ayo. Aku tak mau kehilanganmu.” Ucapku sambil menangis.

Minho berbalik dan memelukku. “Anni, kau tak akan kehilanganku.” Ia menguraikan pelukannya. Dihapus habis sisa air mataku yang jatuh dipipi dengan ibu jarinya. “Aku akan selalu ada di dekatmu, naneun neoreul sarang hada. Nae yeojachingu ga dwae-o jullae Kim So Neul?”

Kuanggukan kepala tanda mengiyakan. “Nado...sarangheyo.”

Apa yang ku ucapkan? Ini salah. Bagaimana dengan pernikahan eomma dan Choi ajoessi? Aku benar-benar tidak bisa memiirkan hal lain. Otakku hanya penuh dengan Minho. Rasa takut kehilangannya lebih besar daripada apapun.

Minho mendekatkan wajahnya dengan wajahku. Hembusan nafasnya dapatku rasakan. Wajahnya semakin mendekat. Aku bisa merasakan bibirnya menempel dengan bibirku. Dia menciumku penuh kelembutan. Ini ciuman pertamaku. Rasanya seperti mimpi. Jika ini mimpi, aku berharap tak pernah bangun.

Rumah keluarga Kim

“So Neul~aa...So Neul~aa...ayo makan dulu.” eomma memanggilku.

Aku keluar dari kamarku. Kuhampiri eomma di meja makan. Sudah tersedia beberapa makanan di meja makan. Semuanya terlihat lezat. Eomma memang pandai memasak. Tanpa banyak bicara, ku sambar daging dengan chokkarak. Heeeemmm..benar-benar lezat.

“Lahap sekali makanmu. Apa kau sangat lapar?” tanya eomma.

“Hmm” mulutku penuh dengan daging dan nasi.

“O, So Neul, kau ingat nanti malam kita di undang makan malam bersama keluarga Choi~ssi?

“Uhuk..uhuk..uhuk..”aku tersedak karena perkataan eomma.

“Aish, kau ini. Pelan-pelan makannya.” Eomma menyodorkan air putih padaku.

Sebenarnya aku ingat, hanya saja aku malas membicarakannya. “Jeongmallo? Ij-eul ojeon.”

Eomma hanya tersenyum. “A, tadi pengurus Lee datang kesini. Dia membawakan ini untukmu.” Eomma menyodorkan sebuah kotak. Ukurannya cukup besar.

“Ige mwoyeyo?” tanyaku.

Eomma mengangkat kedua bahunya.

Aku menemukan sebuah dress saat kubuka tutup otak itu. Bahannya chiffon dan satin, warnanya putih, dan ada ornamen pita diatas perut.

“Waaa...bagus sekali. Kau akan terlihat cantik jika memakai itu nanti malam.” Ujar eomma.

Perkataan eomma membuatku sedikit tersipu. Eomma bilang dress ini sengaja dibelikan untukku oleh Choi ajoessi. Makanya aku harus memakainya untuk makan malam.

----TBC----
part 3 silahkan baca setelah ini.. kekekek.... ^^

[FANFIC] I'm sorry, i love him (part 1)



Author    : raraarra

Cast       : Choi Minho (SHINee)
               Kim So Neul

Other Cast : Key (SHINee)
                  Aboeji (Minho's Father)
                  Eomma (So Neul's Mother)
                  Choi Minhwa (Minho's Sister)

udah lama banget ini blog gak ditengokin. akhirnya bisa nulis fanfic baru setelah sekian lama gak bisa nulis. kekekek... ide ceritanya dapet dari komik, tapi lupa judulnya apaan?1mian kalo gak nyambung critanya dan gak bagus fotonya. HAPPY READING...!!! ^^

================================================================================


Apakah kau pernah mencintai seseorang yang menjadi saudaramu? Cinta yang melebihi cinta seorang noona pada dongsaengnya. Salahkah jika memiliki perasaan seperti ini? Berdosakah jika tak bisa menghilangkan rasa itu?

Aku duduk terpaku menatap lapangan bola yang ada didepanku. Entah sejak kapan aku melakukan hal itu. Lapangan bola itu selalu digunakan oleh klub sepak bola setiap istirahat kuliah. Aku dapat melihatnya dari tempatku duduk. Tubuhnya yang lebih tinggi dibanding namja lain di klub sepak bola membuatku dapat membedakannya. Dan permainan sepak bolanya yang sangat bagus membuatnya lebih menonjol dibandingkan yang lain.

Tanpa sengaja tatapan mata kami bertemu. Tatapan yang mengisyaratkan kebencian itu sangat menusuk hatiku. Semenjak kejadian itu, tatapan lembut yang selalu diberikannya padaku lenyap. Sikapnya pun berubah 180 derajat dari sebelumnya. Kini yang ada hanya tatapan kebencian dan sikap dingin yang kuterima darinya.

Flashback....

“So Neul, kau ingat Choi ajeossi?” tanya eomma padaku.
“Ne, ajeossi itu teman appa bukan?” ujarku yang sedang mengunyah.

Eomma tersenyum sedikit terpaksa. Kulihat eomma menarik nafas dan menghelanya berat.

“Eomma, ada masalah apa?”
“Setelah appamu meninggal, eomma dan Choi~ssi  jadi sering bertemu untuk urusan pekerjaan. Kami mengobrol banyak tentang pekerjaan dan keluarga. Dan... beberapa hari lalu... Choi~ssi... melamar eomma, So Neul.”

Braakkk... chokkarak yang sedang ku pegang terlepas begitu saja dari tanganku saat mendengarkan penjelasan eomma. Mwo? Choi ajeossi melamar eomma? Aku mencoba menelan makanan yang ada dimulutku dengan susah payah, “Lalu, eomma jawab apa?” tanyaku.

“Anni, eomma belum menjawab apa-apa. Eomma ingin bertanya denganmu dulu untuk menjawab pertanyaan itu. Apakah kau menyetujuinya?”

Eomma, kenapa harus menanyakan hal itu? Choi ajeossi adalah appa dari Choi Minho, namja yang kusukai sejak dulu. Dan sekarang kami satu kampus. Ingin sekali aku berbicara seperti itu pada eomma. Tapi, aku tak bisa berbicara kasar seperti itu.

“Apa eomma merasa bahagia dengan Choi ajeossi? Jika eomma bahagia, maka terima lah lamaran Choi ajeossi. Aku tidak keberatan.”
-------

Itulah perkataan bodoh yang kusesali sampai sekarang. Setelah eomma menerima lamaran dari Choi ajeossi, hubunganku dengan Minho berantakan. Kami sudah tak pernah berbicara lagi. Bahkan, untuk tersenyum saja ia tak sudi memberikannya padaku.

Tapi sikapnya itu tidak hanya denganku, kudengar dari pengurus di rumah keluarga Choi, ia bersikap sangat dingin pada Choi ajeossi bahkan sampai bertengkar hebat. Aku tak tahu apa yang dipikirkannya, aku sedih mendengarnya bersikap seperti itu.

“So Neul, apa yang sedang kau lakukan disini?” suara Ki Bum atau biasa kupanggil Key membuatku sedikit tersentak.
Aku tersenyum padanya.

“Apa kau masih memperhatikannya dari sini?”

“Kau tau aku bukan, hem?”

“Pabo yeoja.” Key menarik tanganku dan mengajakku ke kelas, karena sudah waktunya masuk.

Saat kami masuk Minho dengan beberapa teman-temannya sudah ada di kelas. Kuberanikan untuk menatapnya, tak kusangka Minho juga sedang menatapku dengan tatapan penuh kebencian dan seperti ingin membunuh.

Aku dan Minho kuliah di kampus yang sama, jurusan yang sama bahkan kelas yang selalu hampir sama. Sejak ia tahu aku kuliah di Konkuk University dan jurusan yang sama dengannya, ia selalu saja berharap berada di kelas yang sama denganku. Bahkan ia berani memohon pada gangsa agar sekelas denganku.

Flashback....

“So Neul~aa!” aku mendengar Minho memanggilku. Saat aku berbalik, kulihat Minho sedang berlari dengan senangnya.

“Aish,kau tahu ada aturan tidak boleh berlari di koridor?” ujarku pura-pura marah.
Ia hanya tersenyum sambil mengatur nafas. “Aku punya berita baik untukmu.”

Aku mengerutkan keningku. “Berita tentang apa?”

“Ca..ca...can...” ia menunjukkan jadwal kuliahnya padaku. “Kau pasti senang bisa sekelas lagi denganku. Hahaha.” Minho tertawa dengan bangganya.

“Mwo? Bukannya kau yang senang sekelas denganku? Aku tahu kau meminta gangsa menukar jadwalmu agar bisa sekelas denganku. Aku sih tidak terlalu senang sekelas denganmu. Kau itu jja-jeung, araso?” setelah itu aku berjalan meninggalkannya yang agak kesal mendengar ucapanku.

“YA! Kim So Neul.” Tangannya sudah melingkar dileherku.

Aku hanya terkikik melihat ekspresi wajahnya. Bohong sekali jika aku bilang tak suka sekelas dengannya. Aku sangat suka, bahkan selalu mengharapkannya. Karena dengan begitu aku bisa setiap hari melihatnya tersenyum.
------

Jika sekarang ditanya apa aku senang berada dikelas yang sama dengannya? Aku akan menjawab tidak. Lebih baik aku tidak berada dikelas yang sama. Karena tatapan dingin Minho padaku membuatku tersiksa.

11.00 pm KST

Handphoneku berbunyi saat aku sedang membaca diktat yang diberikan gangsa. “Yeoboseyo.” Ucapku tanpa melihat nama si penelpon.

“Eonni, oppa......hikss.....hikss.....oppa...”

“Min..Minhwa.” suara gadis yang sedang menangis diseberang telepon sangatlah aku kenal. Dia Choi Minhwa yeodongsaeng dari Choi Minho. “Ada apa? Kenapa kau menangis?”

“Oppa......hikss......hikss......Minho oppa belum pulang.”

“Apa kau sudah menghubungi handphonenya?”

“Heem..tapi oppa tidak mengangkat telponku. Eonni, eotteohge?”

Entah apa yang merasukiku, setelah menerima telpon dari Minhwa aku langsung keluar rumah untuk mencari Minho. Udara Seoul malam hari sangatlah dingin, aku merapatkan coatku yang tidak terlalu tebal. Otakku mulai berpikiran yang macam-macam tentang keadaan Minho. Tak biasanya ia belum pulang.

01.00 am, Konkuk Univesity

Sudah dua jam aku mencarinya. Aku mencoba mencarinya disekitar gedung olahraga dan lapangan bola. Lampu gedung olahraga menyala, ada suara dribelan bola yang keluar dari sana. Dengan takut-takut aku memasuki gedung itu.

Disana, di depan ring basket aku melihat namja jangkung itu sedang mendribel bola basket. Rambutnya yang sedikit panjang dikuncir.

Dia terlihat baik-baik saja, tidak kurang satu apapun. Rasa lega menyusup ke hatiku.  Lebih baik aku menunggunya diluar dan memberitahu Minhwa bahwa oppanya baik-baik saja.

“Mau apa kau kesini, Kim..So..Neul~ssi?”

Aku tercekat mendengar Minho menyebutkan namaku. Sejak kapan ia tahu aku berdiri disini? Bukankah ia sangat konsentrasi dengan bolanya? Aku membalikkan tubuhku menghadapnya. Minho berjalan kearahku.

“Ada urusan apa kau kesini, eoh?” matanya menyorotkan kebencian. “Beginikah kelakuan seorang yeoja yang harus kulindungi? Dini hari keluyuran bahkan datang ke kampus, untuk apa noona?“

Aku menatapnya dengan tatapan tak percaya. Tak percaya karena Minho berkata dengan nada sedingin itu dengan penekanan di kata noona. Aku memang lahir 3 bulan sebelum Minho sehingga Choi ajeossi meminta Minho memanggilku noona.

“Hahh..aku tak percaya aboeji memberikanku tanggung jawab untuk menjaga yeoja sepertimu dan hormat pada eomeoni. Apakah aboeji sudah dibutakan oleh rayuan eomeoni?” Minho mendekatkan wajahnya dengan wajahku. “Kuingatkan, sampai kapanpun aku tidak akan setuju aboeji menikah dengan wanita perayu seperti eomeoni.”

PLAAAKKK

Aku menamparnya. Air mataku pun keluar. Kutatap Minho dengan tatapan benci.
“Dengar Choi Minho, kau boleh memperlakukan aku semaumu tapi tidak pada eommaku. Jaga mulutmu saat membicarakan eommaku.” aku hendak beranjak meninggalkannya. “Asal kau tahu, Minhwa menelponku sambil menangis menanyakan oppanya.” setelah itu aku meninggalkannya sambil menangis.

“So Neul~ssi.”
 Aku tak menghiraukan panggilan Key.

Airmataku terus saja menetes. Sampai dirumah pun eomma menghawatirkanku tapi aku tak menghiraukannya. Kubenamkan kepalaku dibawah bantal. Disitu aku menangis sepuasnya.

----TBC----
keep reading.. don't forget leave comment ^^