Senin, 31 Oktober 2011

[FANFIC] He is my namjachingu (part 2 END)






ini lanjutan dari He is my namjachingu. agak aneh sih ceritanya. Tapi, HAPPY READING yaaa.... ^^

==================================================================
[you]
Saat ini aku dan Minho duduk di bangku taman yang sepi. Hari mulai senja. Kami tak berbicara sedikit pun sejak kami sampai di taman itu. Tiba-tiba saja aku mengingat kejadian yang baru saja kulihat. Airmataku kembali mengalir dari mataku. Kututupi wajahku agar Minho tidak panik melihatku tiba-tiba menangis.
Aku merasakan Minho mendekatkan posisi duduknya denganku. Tangannya yang besar menarik tubuhku untuk mendekat ke tubuhnya. Membiarkanku mendekat dengan dadanya.
“Menangislah sepuasmu, aku akan menemanimu.” serunya.
Kuhirup bau parfumnya yang khas. Detak jantungnya berdegup kencang. Pelukannya erat tapi membuatku nyaman. Ini pertama kalinya kami sedekat ini tanpa bertengkar. Apalagi setelah kejadian kemarin yang membuatnya sangat marah padaku.
 DEG! Aneh, kenapa aku merasa deg-degan begini? Apa ini...? Tidak mungkin! Dari dulu kami tak pernah akur, selalu saja bertengkar. Bahkan, pertengkaran terakhir kami membuatnya begitu sedih. Jadi tidak mungkin kalu perasaan ini adalah...cinta.
Kuuraikan pelukannya. Kuhapus pipiku yang basah karena airmata. Dia menatapku, lalu tersenyum.
“Sudah merasa baik?” tanyanya.
Aku mengangguk, “Ayo pulang. Nanti oppa mencari kita.” ajakku.
Minho berdiri duluan, dia mengulurkan tangannya. “Ayo pulang.”
Aku menatapnya dengan tatapan sedikit heran. Dia menganggukkan kepalanya. Aku tersenyum, bertanya pada diriku sendiri apa yang terjadi? Kulihat dia menungguku. Kusambut tangannya yang besar. Dia mengenggam tanganku. Tangan kami saling bertautan saat berjalan pulang.

[minho]
Aku benar-benar tidak tahu apa yang kulakukan saat ini. Melihatnya menangis membuat hatiku sakit. Aku tak mau membiarkannya menangis. Kami tiba disebuah taman yang sepi dan duduk di temani senja. Tak ada pembicaraan, tak ada yang memulai berbicara pula.
Namun, kulihat tubuh Daehae terguncang. Tangannya menutupi wajahnya. Aku tahu dia menangis. ‘Tolong jangan menangis dihadapanku untuk alasan tadi.’ batinku. Tak sadar apa yang kulakukan, aku sudah menariknya ke dalam pelukanku. Dia menangis di dadaku. Jantungku berdegup sangat kencang. Kurasa dia bisa mendengarnya.
“Menangislah sepuasmu, aku akan menemanimu.” ucapku.
Sebenarnya apa ini? Kenapa aku bisa melakukan hal-hal seperti ini? Apa ini...? Mustahil, kami tidak pernah sependapat. Terakhir bertengkar dia membuatku sangat marah. Tapi kini dia ada dalam pelukanku.
Dia menguraikan pelukanku. Tangannya menghapus bekas airmata dipipinya. Matanya terlihat sembab.
“Sudah merasa baik?” tanyaku.
Dia mengangguk, “Ayo pulang. Nanti oppa mencari kita.” serunya
Aku berdiri dan mengulurkan tanganku. “Ayo pulang.”
Dia menatapku sejenak dengan tatapan bertanya. Kuanggukkan kepala tanda mengiyakan. Sebuah senyuman menghiasi bibirnya. Tanganku pun disambut olehnya. Mengenggam tangannya yang kecil dan lembut membuatku bahagia sekali. Kami pulang dengan tangan yang saling bertautan.

[you]
Tak tahu kenapa, tapi aku jadi malu jika bertemu Minho. Apalagi ditambah dengan kejadian yang terjadi di taman kemarin. Itu membuatku semakin malu dan tak ingin bertemu dengannya untuk saat ini. Hampir saja lupa, hari ini Minho ulang tahun. Aku sudah menyiapkan hadiah untuknya, tapi aku malu untuk menemuinya.
Ngomong-ngomong dari pagi aku belum melihatnya. Hari ini kan hari libur sekolah. Apa dia sakit? Tidak mungkin. Dia kan kuat. Olahraganya juga tidak pernah berhenti. Tapi, bisa saja kan? Kalau sakit, dia sakit apa? Mengapa tidak memberi kabar? Apa aku telepon saja? Tidak. Tidak. Aku belum siap bicara dengannya. Aduuhh.. bagaimana ini?
“Annyeong...” itu suaranya.
Aku berlari menuju dapur. Entah mengapa tiba-tiba aku merasa ingin sekali melihatnya. Kulihat tubuhnya penuh keringat. Bajunya pun basah. Senang melihatnya datang dan sehat-sehat saja.
Dia sedikit terkejut melihatku berdiri dihadapannya. Ku pasang wajah cemberut. “Darimana saja kau? Kenapa baru datang?” padahal jantungku berdegup kencang.
Dia tertawa kecil. “Aku habis latihan sepak bola. Memangnya kenapa? Kau menungguku datang ya?” Dia tampan sekali saat tersenyum.
Blusshh... kurasa wajahku memerah karena malu. Entah kenapa, apa yang dikatakannya tepat sekali. “Sudah sana mandi, lalu ganti baju.”  ucapku tanpa melihat wajahnya.
“Nee..” jawabnya. Tangan kanannya mengacak-acak rambutku sedikit.
Jantungku berdegup kencang sekali. Semoga dia tak mendengar detakan jantungku ini.

[minho]
Aku terlambat datang ke restoran karena harus latihan sepak bola dulu. Kubuka pintu dapur dan memberi salam. Aku langsung tersentak melihat Daehae berdiri di hadapanku. Wajahnya cemberut.
“Darimana saja kau? Kenapa baru datang?” tanyanya.
Wajahnya lucu sekali jika cemberut seperti itu. Aku pun tertawa. Terlintas niat untuk menggodanya. “Aku habis latihan sepak bola. Memangnya kenapa? Kau menungguku ya?” godaku.
Seketika itu wajahnya memerah seperti kepiting rebus. Apa dia malu saat ku goda? Aku merasa senang sekali melihat ekspresi wajahnya.
“Sudah sana mandi, lalu ganti baju.” Dia berbicara tanpa menatapku.
Tanganku mengacak-acak sedikit rambutnya. “Nee..” jawabku. Lalu aku pergi menuju ruang ganti. Dia itu lucu sekali. Kalau kuperhatikan, wajahnya manis sekali saat tersenyum. Aku jadi ingin membuatnya tersenyum terus. Aigoo..apa-apaan aku ini? Dari kemarin aku terus memikirkannya.

[you]
Restoran ramai sekali. Semuanya terlihat sangat sibuk. Banyak pengunjung yang harus menunggu karena tidak dapat tempat. Aku melihat para yeoja sibuk memanggil Siwon oppa dan Kyuhyun oppa. Jonghyun oppa dan Minho juga terlihat kewalahan. Di saat-saat sibuk seperti aku masih sempat melihat para yeoja menggoda Minho.
Kenapa denganku? Hatiku terasa sakit melihat itu. Apalagi Minho tersenyum senang dan tidak keberatan dengan panggilan para yeoja itu. Rasanya aku ingin menarik Minho menjauh dari yeoja-yeoja itu. Minho sadar aku memperhatikannya. Mata kami saling bertemu. Aku menatapnya sedih. Senyum yang ada dibibirnya memudar saat menatapku.
Cukup lama kami bertatapan. Kurasa airmataku mau keluar. Kupalingkan wajahku darinya lalu masuk ke area dapur.
“Daehae, apa yang kau lakukan di dapur?” tanya Leeteuk oppa padaku.
Kutahan tangisku, “Aku boleh membantu mencuci piring?” tanyaku dengan nada suara yang —kuusahakan—biasa.
Leeteuk oppa memandangku, lalu dia hanya mengangguk tanda mengiyakan. Dia tak menanyakan apapun saat melihat airmataku jatuh di pipiku. Aku menangis sembari mencuci piring. Haruskah aku seperti ini? Hatiku sakit sekali melihat kejadian tadi. Padahal itu biasa terjadi setiap harinya, tapi kenapa kali ini aku merasa ada yang aneh dalam diriku. Aku merasa cemburu.
Setelah restoran tutup aku langsung mengganti pakaian dan bergegas pulang. Sebelumnya, aku memandang loker milik Minho dan kuletakkan hadiah untuknya diatas lokernya. Kulangkahkan kakiku menuju meja tempat delapan pangeran itu duduk. Mereka sedang berbincang dan tertawa.
“Oppa, aku pulang duluan.” seruku tanpa memandang mereka.
Semuanya terdiam. “Tak mau menungguku sebentar?” tanya Donghae oppa.
Aku menggeleng. “Aku ada urusan sebentar. Nanti akan kutelepon. Annyeong semuanya.” pamitku sambil membungkukkan badan. Aku pun keluar dari restoran sendirian dan entah akan pergi kemana malam-malam begini.

[minho]
Tatapan kami saling bertemu. Ada kesedihan di tatapan mata itu. Dia memalingkan wajahnya dan berlari masuk ke dapur. Ingin sekali ku kejar, namun para yeoja ini terus saja menahanku. Aku pun tak melihatnya hingga restoran tutup.
“Oppa, aku pulang duluan.” Itu suaranya. Kulihat dia menunduk.
“Tak mau menungguku sebentar?” tanya Donghae hyung.
Dia menggeleng, “Aku ada urusan. Nanti akan kutelepon. Annyeong semuanya.” pamitnya tanpa mau memandangku.
“Hyung, ada apa dengannya? Tadi pagi dia baik-baik saja, tapi setelah itu dia memilih mencuci piring di dapur.” tanya Jonghyun. Semuanya terdiam. Suasananya pun menjadi hening.
“Tadi dia menangis.” seru Leeteuk hyung memecahkan keheningan.
“Sebenarnya ada apa dengan anak itu? Merengek gajinya diberikan duluan, memintaku menghubungi karyawan toko sport untuk tidak menjual bola kepada yang lain dan sekarang malah menangis. Aku mencemaskannya.” ujar Donghae hyung.
Bola? Untuk apa dia meminta karyawan toko agar tidak menjual bola pada orang lain? Ah! Aku ingat sekarang. Ternyata dia si pembeli bola itu. Tapi untuk siapa bola itu?
“Tadi pagi kulihat dia membawa kotak sedang, kenapa tadi tak dibawanya ya?” ujar Kyuhyun hyung.
Aku berdiri lalu berjalan ke ruang ganti. Kurasa semuanya memandangku dengan heran. Saat aku berdiri di depan loker, kulihat sebuah kotak berukuran sedang diatas lokerku. Kuambil kotak itu. Ada sebuah kartu ucapan diatas tutup kotak itu. Tulisan didalamnya

Mianhamnida Minho oppa
Saengilchukhahae ^^

 Lee Daehae

Aku tesentak saat membacanya. Isi kotak itu adalah bola yang ingin kubeli kemarin. Sekarang bola itu menjadi milikku sebagai hadiah ulang tahunku darinya. Aku pun bergegas mengganti pakaian dan hendak mencarinya. Ada yang ingin kukatakan padanya dan harus kukatakan saat ini juga.
“Minho, mau kemana kau?” tanya Siwon hyung.
“Aku ada urusan sebentar. Nanti kutelepon.” jawabku sambil keluar restoran dan membawa kotak yang berisi bola.

[you]
Aku tak tahu mau pergi kemana. Kini aku duduk di taman tempat aku dan Minho duduk kemarin. Sepi sekali. Tiba-tiba hatiku merasa senang mengingat kejadian kemarin di tempat ini. Ponselku berdering, kulihat itu panggilan dari Minho. Aku ragu-ragu untuk mengangkatnya. Tapi akhirnya kuputuskan untuk mengangkatnya
“Ehem.. Y-yoboseoyo?”
“Ya! Odiesoyo?” tanyanya dengan nada tinggi.
“Nugu?”
“Aiisshh.. tentu saja kau! Odiesoyo?”
Minho mencariku? Ada apa sebenarnya? “Di taman yang kemarin.”
“Tetap disitu.” serunya.
“Tap..” tuut..tuut..tuut.. Dia memutuskan panggilan itu. Kenapa dia tiba-tiba mencariku? Aku belum siap untuk bertemu dengannya. Apalagi, aku masih merasa sedih melihat kejadian tadi.
Tak berapa lama Minho datang dengan setengah berlari dan berdiri dihadapanku. Aku langsung berdiri begitu melihatnya.
“Ya! Kenapa tak memberikan hadiah ini langsung? Apa kau tak mau mengucapkan saengil chukhahae sendiri dengan mulutmu?” Dia marah-marah padaku dan menaruh kotak hadiah dariku di bangku taman.
Aku kaget mendengarnya yang langsung marah kepadaku dan melihat kotak itu dibawanya. Aku hendak berbicara saat dia bertanya “Apa kau membenciku?” dengan nada suara yang melemah.
Kuberanikan untuk memandang wajahnya. Tatapan matanya mengisyaratkan bahwa dia sedih. Mulutku sama sekali tak bisa mengeluarkan kata-kata. Aku tak mau melihatnya sedih di hari ulang tahunnya.
“Mianhe, aku sudah membuatmu menangis. Kumohon jangan menangis, aku tak tahan melihatmu menangis. Karena aku... aku.. aku mencintaimu.” ucapnya.
Mataku terbelakak mendengar perkataannya itu. Perasaanku bercampur aduk saat ini. Tak tahu harus bicara apa. Aku tak mengerti kenapa aku malah menangis mendengar pernyataannya itu.
Minho memelukku, “Mianhe, aku sudah membuatmu menangis lagi. Aku benar-benar mencintaimu, Daehae.” Aku merasa jantungku mau meledak karena berdetak sangat kencang. Bahagianya mendengar dia berkata seperti itu.

[minho]
Yeoja itu sedang duduk sendirian saat ku datang. Kutaruh kotak hadiah darinya dibangku taman. Aku langsung memarahinya. Dia terlihat bingung meihatku langsung memarahinya.
“Apa kau membenciku?” tanyaku dengan suara yang rendah.
Dia menatapku dengan tatapan penuh tanya. Matanya masih terlihat sembab. Wajah ini lah yang membuatku bisa melakukan hal-hal yang bahkan aku sendiri tak mengerti mengapa aku bisa melakukannya.
“Mianhe, aku sudah membuatmu menangis. Kumohon jangan menangis, aku tak tahan melihatmu menangis. Karena aku.. aku.. aku mencintaimu.” Jantungku berdegup kencang saat mengatakannya. Aku takut kehilangannya.
Dia menangis. ‘Babo sekali aku ini!’ Omelku dlm hati. Aku malah membuatnya menangis lagi. Kalau sudah begitu aku tak bisa menahan diriku untuk tidak memeluknya. “Mianhe, aku sudah membuatmu menangis lagi. Aku benar-benar mencintaimu, Daehae.” ujarku.
Diuraikannya pelukanku, kuangkat wajahnya. Jemariku menghapus habis airmatanya. Aku tersenyum padanya. Dia pun tersenyum padaku. Kurapatkan wajahku dengan wajahnya hingga aku bisa merasakan hembusan nafasnya. Ku kecup bibirnya dengan lembut.
Setelah itu dia memelukku dan berkata, “Saengil chukhahae Minho oppa. Saranghae.” Lalu dia mengecup pipiku. Oohh..Tuhan! Aku merasa sesak karena terlalu bahagia. Apalagi mendengar dia berkata saranghae padaku.
“Apa kau menyukai hadiah dariku?” tanyanya saat kami berjalan pulang.
Aku mengangguk, “Tentu saja. Apalagi itu bola pemberianmu.” Aku menggenggam tangannya. Tangan kiriku membawa kotak berisi bola pemberiannya. Kulihat dia tertawa kecil dan tersipu. Aku terus mengenggam tangannya yang dingin sambil berjalan menuju rumahnya.

[you]
“Minho-ssi, aku lelah. Ayo istirahat dulu.” Keluhku pada Minho.
Dia berjalan menghampiriku yang terkapar di lapangan bola dan merebahkan tubuhnya disampingku. “Menurutmu, bagaimana permainanku tadi?” tanyanya.
“Daebak! Untuk aku yang tak bisa bermain bola. Hehe.”
“Ahahaha.. kau ada-ada saja.” Dia tertawa. Aku sangat suka melihatya tertawa, karena wajahnya makin tampan jika tertawa. “Kau tahu? Aku pernah berjanji jika suatu hari aku mempunyai yeojachingu yang ku sayang. Aku akan mengajaknya bermain sepak bola.”
Aku mengubah posisiku menjadi duduk. “Jinjja?” dia menjawab dengan anggukan. Dia duduk dihadapanku sekarang. “Lalu, apa kau sudah menemukannya?”
Dia mengerutkan keningnya dan sedikit berpikir. CUP! Sebuah ciuman mendarat dibibirku. Aku kaget dibuatnya. “Yeoja itu kau. Kaulah yeojachingu yang kusayang.” Dia mengedipkan mata kirinya.
Aku merasa tersipu dengan ucapannya. Tiba-tiba ide untuk membalasnya muncul di otakku. Kudekatkan wajahku dengan telinganya, lalu kukatakan “Aku mencintaimu, Choi Minho.” bisikku. CUP! Kali ini aku yang menciumnya di pipi.
Dia terlihat kaget. Tatapannya begitu lembut dan hangat saat menatapku. Aku memberikan mehrong padanya lalu berlari meninggalkannya. Dia mengejarku.
“Yaa! Daehae, senang sekali kau menggodaku!” serunya.
Begitulah kami, banyak cara untuk mengekspresikan perasaan kami. Perasaan ini semakin hari semakin kuat. Kami sudah ketergantungan satu sama lain. Walau banyak kekurangan dan perbedaan, kami akan terus saling melengkapi dan menutupi kekurangan itu dengan kelebihan yang kami miliki.
[EPILOG]
           Kau suka makan ramen? Kalau dikelilingi oleh namja-namja tampan? Jika kau suka keduanya, maka datanglah ke restoran ramen milik keluargaku. Kau akan merasakan makan mie ramen sekaligus dikelilingi namja-namja yang tampan disitu. Kau boleh berfoto bersama, mengajak mereka ngobrol, bahkan memeluk mereka.
Hanya saja ada pengecualian untuk satu namja. Namanya Choi Minho. Wajahnya tampan, pintar, senyumnya membuatku jatuh hati padanya. Aku akan cemburu jika ada yeoja—selain aku—yang mendekatinya. Kau tahu kenapa? Karena dia namjachinguku dan kami saling mencintai. ^,^
—THE END—


ayo..ayo.. jangan lupa komen yaaa...

[FANFIC] He is my namjachingu (part 1)


Author : raraarra

Main cast : Choi Minho (SHINee)
                Lee Daehae (you)

Other cast : Key (SHINee)
                 Jonghyun (SHINee)
                 Leeteuk (Super Junior)
                 Heechul (Super Junior)
                 Siwon (Super Junior)
                 Donghae (Super Junior)
                 Ryewook (Super Junior)
                 Kyuhyun (Super Junior)

Ini fanficku yang pertama. harap maklum kalo banyak kekurangannya. hehehe. HAPPY READING.. ^^

                                                He’s my namjachingu
[you]
 “Eoseo osipsio.” sapaku pada pelanggan yang masuk ke restoran ramen milik orang tua kami.
            Restoran ramen ini dibuat oleh kedua orang tua kami. Setelah kepergian mereka, oppaku yang bernama Lee Donghae lah yang mengelola restoran ini. Sepulang sekolah aku selalu membantunya melayani para pelanggan kami. Di restoran hanya aku yang paling cantik, karena semua yang bekerja di restoran kami namja. Dari koki hingga pelayan.
Kebanyakan, pelanggan kami adalah yeoja. Mereka senang datang karena pekerja restoran adalah namja-namja yang tampan dan ramah. Ramen buatan kami terkenal enak di Seoul. Selain itu, keramahan para namja yang tampan pun membuat pelanggan kami ingin kembali dan enggan pulang. Walau begitu, tak jarang juga para namja datang untuk melihat seberapa tampan namja-namja restoran ramen kami.
Ada tiga namja tampan yang bertugas sebagai koki. Mereka adalah, Kim Kibum a.k.a Key, Park Jung Soo a.k.a Leeteuk dan Kim Ryewook. Kasir dipegang oleh oppaku sendiri. Sedangkan, Cho Kyuhyun, Choi Siwon, Kim Jonghyun, Choi Minho dan aku bertugas sebagai pelayan.
Aku seperti putri diantara delapan pangeran-pangeran tampan. Senang rasanya. Walaupun terkadang banyak tatapan pelanggan yeoja yang tidak suka keberadaanku, tapi tak sedikit yeoja yang menyukaiku karena keramahanku.
TAAKK.. aduuuhhh, kepalaku sakit sekali. Aku sudah ingin marah, tapi saat aku melihat siapa yang memukulku. Aku hanya bisa nyengir pasrah. Oppaku sedang berdiri dengan kedua tangan yang dilipat di depan dadanya.
“Sudah kubilang, jangan melamun saat bekerja!” serunya.
“Yaa..! Tapi kau tak perlu memukul kepalaku.” Aku sedikit marah padanya karena pukulannya terlalu keras.
“Ingat, dirumah aku memang oppamu, tapi jika sudah di restoran aku adalah bosmu!”
Haahh..dia selalu bicara begitu jika aku protes. Tapi biarlah, biar begitu dia tetap oppaku dan aku menyayanginya. Setelah orang tua kami meninggal karena kecelakaan pesawat, hanya Donghae oppa yang aku miliki. Dia mengajariku menjadi gadis yang mandiri dan kuat.
“Sudah lah, jangan terlalu keras pada adikmu sendiri.” ucap Siwon oppa membelaku. Siwon oppa dan Leeteuk oppa adalah sahabat Donghae oppa. Mereka selalu bertiga sejak kecil.
“Dari dulu kau selalu membelanya.” ujar Donghae oppa.
Siwon oppa tersenyum padaku, lalu mengacak-acak sedikit rambutku. “Jangan terlalu dipikirkan. Ayo kembali bekerja, banyak pelanggan yang menunggu dilayani.”
Percaya atau tidak, senyuman Siwon oppa bisa membuat banyak yeoja jatuh pingsan. Seperti maut saja jika dia tersenyum. Aku sih sudah terbiasa melihat senyumannya, jadi tidak akan pingsan jika melihatnya. Dia menjadi salah satu alasan para yeoja datang ke restoran kami.
“Mianhe, aku terlambat.” ucap Choi Minho yang baru datang.
“Cepat ganti pakaianmu. Banyak yang harus dikerjakan.” seru Siwon oppa pada dongsaengnya.
Iya, Minho adalah dongsaeng dari Siwon oppa (ngarang banget). Mereka sama tampan, tapi Minho tipe namja yang pendiam. Dia tak banyak bicara seperti Siwon oppa. Namun, dia bisa terlihat manis jika sedang melayani pelanggan kami. Pengecualian untukku. Kami satu sekolah, hanya saja umurku dibawah Minho satu tahun. Aku tidak pernah mau memanggilnya oppa. Dan kami lebih sering berdebat yang akhirnya terjadi pertengkaran.
“Darimana saja kau? Bukannya bel pulang sudah berbunyi dua jam yang lalu?” tanyaku curiga.
Dia menatapku sinis, “Bukan urusanmu!” sungutnya.
Iissshh..dia itu. Selalu saja begitu, membuatku ingin memukulnya. Padahal, kalau dia bersikap manis seperti Siwon oppa aku akan sangat menyukainya. Sayangnya, jauh dari harapanku. Lagipula, aku sudah memiliki namjachingu yang bernama Kim Heechul. Memang sih umur kami terpaut jauh, tapi menurutku dia namja yang baik dan setia.
“Daehae, tolong layanin meja satu.” Kyuhyun oppa memanggil namaku. Membuyarkan lamunanku.
“Nee....!” seruku dengan semangat.

[minho]
             Setiap harinya setelah pulang sekolah, aku bekerja di sebuah restoran bersama hyungku. Restoran itu milik sahabat dari hyungku. Awalnya aku menolak karena malas, apalagi aku harus bertemu dengan yeoja itu. Rasanya seperti dunia mau kiamat saja jika aku bertemu dengannya. Walaupun dia dongsaeng dari pemilik restoran tapi kami tak pernah akur dan aku tak pernah mau mengalah pada yeoja itu. Namun, aku terpaksa harus bekerja dan bertemu dengannya karena paksaan dari hyungku.
 Namanya Lee Daehae. Kami satu sekolah, hanya saja dia setahun lebih muda dariku. Biar begitu, ku dengar dari teman-teman dia punya namjachingu yang umurnya jauh lebih tua darinya. Masa bodoh dengannya. Aku tak punya kepentingan dengan urusannya.
Hari ini aku datang terlambat karena bermain bola dengan teman-temanku dulu. Aku masuk lewat pintu belakang dekat dapur. Saat aku hendak masuk ke ruang ganti aku melihat hyungku, Daehae dan Donghae hyung—oppa dari Daehae. Aku mendengar hyungku membela si babo Daehae. Dia memang selalu begitu, bersikap ramah dan manis pada semua yeoja. Memuakkan. Membuatku ingin muntah saja.
“Mianhe, aku terlambat.” seruku.
“Cepat ganti bajumu. Banyak yang harus dikerjakan.” ujar Siwon hyung—hyungku.
Setelah itu dia pergi meninggalkan aku dan si babo Daehae. Yeoja itu menatapku curiga.
“Darimana saja kau? Bukannya bel pulang sudah berbunyi dua jam lalu?” tanyanya.
Kubalas dengan tatapan sinis. “Bukan urusanmu!” seruku.
Dia pun pergi meninggalkanku karena panggilan Kyuhyun hyung. Nilai plus dari dirinya adalah dia yeoja yang selalu ceria dan bersemangat setiap harinya. Itu lah yang membuat restoran yang para pekerjanya namja semua menjadi lebih menyenangkan.

[you]
“Daehae..Lee Daehae!” seseorang memanggilku. Aku menoleh ke arah suara itu. Kulihat Kim Pil Suk sedang berlari ke arahku. Dia sahabatku sejak Junior High School sampai sekarang. Penampilannya saat Junior High School berbeda jauh dengan yang sekarang. Pil Suk yang dulu sangat gemuk dan memakai kacamata yang super tebal. Sedangkan Pil Suk yang sekarang adalah yeoja cantik yang langsing dan sudah memakai kontak lens.
“Ada apa sih? Kenapa kau lari-lari begitu?” tanyaku.
“Minho sunbae mencarimu!” ujarnya.
“Minho mencariku? Ada apa? Tumben sekali dia mencariku. Apa dia mau berdamai denganku?”
TAAKK... Pil Suk memukul kepalaku. “Yaaaa...! Babo yeoja! Memangnya kau tidak ingat apa yang kau lakukan dua hari yang lalui?”
Aku mengusap-usap kepalaku yang sakit sambil mengingat-ingat apa yang kulakukan dua hari yang lalu. OMO! Aku ingat! Aku menyobek bolanya kaarena kesal dengannya. “Aku ingat! Ayo kita cepat pergi dari sini!”
Baru saja aku dan Pil Suk melangkah ingin melarikan diri, tiba-tiba suara seorang namja memanggilku dengan nada geram. Saat aku dan Pil Suk menoleh Minho sudah berdiri dengan wajah yang merah padam dan tangannya memegang bola yang ku sobek.
“Aku rasa akan terjadi perang dunia antara kau dan Minho sunbae.” bisik Pil Suk dan itu membuatku takut.
Tiba-tiba Minho menarik tanganku dan membawaku ke belakang sekolah. Setiap siswa yang kami lewati hanya bisa menggelengkan kepalanya. Seperti itu kejadian yang biasa untuk mereka. Bel berbunyi, semua siswa masuk ke dalam kelas, kecuali aku dan Minho yang berada di belakang sekolah.
“Apa maksudnya kau menyobek bolaku?” suaranya terdengar geram.
“Mianhe Minho, aku tak bermaksud untuk merusaknya. Akan kubelikan bola yang baru, tapi tunggu sampai gajiku diberikan oleh Donghae oppa ya.” Aku memohon pada Minho. rasanya aku ingin menangis, tapi kutahan sekuat tenaga.
“Kau sudah keterlaluan! Tega sekali kau menyobek bola kesayanganku! Aku benci padamu!” Minho marah padaku. Wajah berubah sedih saat melihat bolanya yang kusobek. Lalu, dia membanting bola itu ke tanah dan pergi meninggalkanku dibelakang sekolah sendirian. Aku merasa bersalah sekali padanya. Aku berjanji akan menggantinya. Airmataku menetes. Aku menangis. Sedih sekali ketika mendengar dia berkata “Aku benci padamu!” Perasaan apa ini?

[minho]
Aku tersentak saat melihat bola kesayanganku disobek oleh seseorang. Aku langsung tahu perbuatan siapa ini. Kakiku langsung bergerak mencarinya. Saat kutemukan dia sedang bersama sahabatnya hendak melarikan diri dariku.
“Lee Daehae!!!” teriakku.
Dia menoleh ke arahku. Tanpa basa-basi kutarik tangannya dan kubawa kebelakang sekolah. Bel berbunyi saat kami sampai di belakang sekolah. Aku tak peduli dengan tatapan yang memandangku dan si babo Daehae.
“Apa maksudnya kau menyobek bolaku?” tanyaku geram.
Wajahnya terlihat pucat dan ketakutan melihatku begitu marah padanya, “Mianhe Minho, aku tak bermaksud untuk merusaknya. Akan kubelikan bola yang baru, tapi tunggu sampai gajiku diberikan oleh Donghae oppa ya.” dia memohon padaku.
“Kau sudah keterlaluan! Tega sekali kau menyobek bola kesayanganku! Aku benci padamu!” Aku marah padanya, sangat marah. Ku pandang bola yang ku pegang, lalu kubanting bola itu ke tanah dihadapannya. Aku tak mau menatap wajahnya lagi. Aku pergi meninggalkannya sendirian.

[you]
Setelah kejadian bola Minho tak pernah berbicara ataupun menatapku. Dia sangat menghindariku. Aku merasa sangat bersalah padanya. Aku sudah memesan bola yang paling bagus kualitasnya. Tapi karena gajiku belum diberikan, jadi aku belum bisa menebusnya.
“Ada apa? Dari tadi kulihat kau hanya memperhatikan Minho?” tanya Siwon oppa.
Aku tersenyum, “Annio, kami hanya bertengkar biasa saja.”
Siwon oppa mengerutkan keningnya, “Selama ini? Kalian tidak pernah bertengkar tanpa bicara seperti ini. Pasti ada yang tidak beres.”
Aku hanya tersenyum pahit. Ah, betul juga. Kami sudah tidak pernah berbicara setelah kejadian itu. Dia selalu saja menghindari bicara denganku. Kenapa tiba-tiba aku merasa tambah sedih ya? Aku merasa sesak sekali. Kejadian itu membuat jarak diantara aku dan Minho.
“Anak itu, padahal lima hari lagi ulang tahun, tapi masih tidak bisa merubah sikapnya.”
Mwoga? Minho akan ulang tahun. Itu waktu yang tepat untuk memberinya bola baru dan meminta maaf. Itu ide bagus! Aku akan memberikannya surprise.

[minho]
            Setelah kejadian bola aku tak pernah mau bicara ataupun menatapnya. Rasa kesal dan marahku akan timbul lagi saat menatapnya. Dia selalu berusaha mendekatiku dan berbicara, tapi aku selalu menghindarinya. Aku belum bisa memaafkannya.
“Apa Daehae membuat masalah lagi denganmu?” tanya Donghae hyung.
Aku tersenyum padanya, “Annio, semuanya baik-baik saja. Kami hanya bertengkar seperti biasa.”
“Mwo? Apa kalian tidak berpikir kalau pertengkaran kalian itu membuat Daehae merengek terus meminta gajinya diberikan dan mengancam pergi dari rumah kalau tak kuberikan?”
DEG! Dia meminta gajinya diberikan? Untuk apa? Ah, aku ingat. Dia bilang akan menggantikan bolaku dengan uang gajinya bulan ini. Apa ini? Kenapa aku merasa kasihan padanya? Biarlah, lagi pula memang sudah seharusnya.

[you]
Rengekan dan ancamanku membuahkan hasil. Donghae oppa mau memberikan gajiku lebih dulu. Besok adalah ulang tahun Minho. Aku sudah janji pada temanku untuk menebus bola yang ku pesan. Sepulang sekolah aku langsung pergi ke toko milik temanku itu.
“Gomapseumnida.” ucapku saat menerima bola yang ku pesan.
“Ne. Cheonmaneyo.”
Aku pun berjalan dengan riangnya menuju rumah. OMO! Aku lupa beli kotak dan kartu ucapan untuk Minho besok. Kulangkahkan kaki menuju toko handcraft di dekat situ. Setelah membeli yang kuperlukan aku pun berjalan keluar toko. Aku kaget dan terdiam melihat apa yang terjadi dihadapanku.
Aku melihat Heechul oppa sedang duduk dengan gadis lain sambil menggenggam tangannya di seberang jalan sana. Aku tak bisa bergerak, kakiku tak mau mengehampirinya. Kuambil ponselku lalu meneleponnya.
“Yoboseoyo.” Heechul oppa mengangkat teleponku. Aku bisa melihatnya dari seberang sini.
“Oppa, aku mau kita putus.” seruku dengan suara yang menahan tangis.
“Hem..baiklah. Tuutt..tuutt..” telepon dariku langsung diputus olehnya.
Tiba-tiba ada tubuh yang menutupi pemandangan menyakitkan itu. Bau tubuhnya sangat familiar dengan hidungku. Ini seperti bau parfum milik Minho.
“Sudah selesai melihatnya?” tanyanya.
Aku memandang pemilik suara itu. Dia Minho dan sedang berdiri dihadapanku untuk menutupi pemandangan yang menyakitkanku. Tanpa kusadari airmataku meluncur dari kedua mataku. Dia memandangku dengan tatapan yang berbeda dari biasanya. Tatapan matanya hangat dan begitu lembut.
Ibu jarinya menghapus airmataku yang terlanjur jatuh. Tangannya menggenggam tanganku dan menarikku pergi dari tempat itu. Dia menutupiku dengan tubuhnya agar tak lagi memandang ke tempat tadi.

[minho]
          Sepulang sekolah aku melihat Daehae pergi terburu-buru. Aku penasaran kemana dia kan pergi karena sahabatnya tak diajak. Padahal, biasanya mereka selalu pergi bersama.
         “Sudahlah, untuk apa aku pikirkan? Paling mau bertemu dengan pacarnya yang tua itu.” gumamku.
        Hari ini aku berencana pergi ke sebuah toko yang menjual bola. Ada bola yang sangat kuinginkan disana. Penjaga tokonya bilang bola itu sudah dipesan, tapi batas pembayarannya hari ini. Jika orang yang memesan tidak datang, maka bola itu akan jadi miikku.
          “Wah, sayang sekali. Tadi dia sudah membayar bola itu.” kata penjaga toko itu padaku.
Aku kalah cepat dengannya. Mau tidak mau kuurungkan niat sampai ada bola  yang lain. Aku berjalan ke luar toko itu. Saat berjalan ke arah restoran aku kaget melihat Daehae berdiri seperti patung sambil memandang ke seberang jalan. Aku melihat pemandangan yang kurasa membuat semua wanita menangis sampai berhari-hari.
Kim Heechul, namjachingu Daehae duduk dengan seorang gadis sambil mengenggam tangannya. Aku terbelakak kaget melihatnya. Ku lihat Daehae menelepon seseorang. Entah apa yang kupikirkan, tapi aku refleks berlari ke arah Daehae dan menutupinya dengan tubuhku.
“Sudah selesai melihatnya?” tanyaku.
Dia mengangkat wajahnya. Airmata. Daehae menangis. Ini pertama kalinya aku melihatnya menangis. Dia terlihat begitu rapuh. Kuhapus airmatanya yang terlanjur jatuh dengan tanganku. Kali ini tak tahu apa yang kulakukan. Aku menggenggam tangannya dan menariknya pergi dari tempat itu. Tubuhku berusaha menutupinya dari pemandangan yang membuatnya menangis.
Aku tak tahan meihatnya menangis karena namja yang telah menyakiti hatinya. Dadaku terasa sesak dengan rasa kesal. Rasanya aku ingin menghajar namja itu untuk Daehae.

TBC....


jangan lupa komennya yaaaa.... di tunggu lhoo!!! kamsha... ^^